Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat didesak untuk membuat undang-undang penyadapan tunggal guna mencegah penyalahgunaan praktik tersebut secara sewenang-wenang.
Kepala Divisi LBH Pers Asep Komarudin mengatakan saat ini substansi penyadapan untuk berbagai instansi tersebar di 16 UU. Di tiap beleid, lanjut Asep, terdapat perbedaan ihwal metode maupun tujuan penyadapan.
“Kewenangan penyadapan diobral murah sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Jadi perlu undang-undang khusus yang mengatur penyadapan. Tidak terpecah-pecah seperti saat ini,” ujarnya dalam acara diskusi Melindungi Hak Privasi dari Praktik Penyadapan di Jakarta, Sabtu (16/5/2015).
Menurut Asep, secara prinsip penyadapan merupakan bentuk pelanggaran atas hak azasi warga. Namun, kata dia lagi, praktik tersebut dibolehkan untuk dua kepentingan lebih besar: (1) menjalankan penegakan hukum dan (2) melindungi keamanan negara.
“Tapi tetap tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang sehingga mesti diatur secara rinci proses dan metodenya,” ujarnya.
Di acara yang sama, aktivis Internet Johar Alam menuturkan praktik penyadapan juga berlangsung di dunia maya dalam bentuk pemblokiran situs. Namun, berbeda dengan telekomunikasi, menurutnya pengaturan penyensoran situs tidak diperlukan.
“Satu-satunya cara untuk menghalau situs berbahaya seperti pornografi adalah dengan membuat sebanyak mungkin konten positif. Pemblokiran merupakan bentuk ketidakmampuan pemerintah menangkap pembuat konten,” ujarnya.
Menurutnya, hak pemblokiran dapat menjadi sumber legitimasi pemerintah untuk memberangus seluruh aktivitas dunia maya yang dianggap membahayakan pemegang kekuasaan.
“Tidak ada satu pun negara yang punya aturan memblokir situs porno tetapi tidak memblokir kegiatan Internet lawan politiknya,” ucapnya.