Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Indonesia dinilai tidak terlalu peduli terhadap privasi diri yang tercermin dalam administrasi kependudukan hingga aktivitas dunia maya.
Pengamat Internet Johar Alam menuturkan salah satu bukti paling otentik terkait ketidakpedulian privasi adalah kartu tanda penduduk (KTP). Menurutnya, dalam kartu itu tercatat identitas dan data diri secara terbuka.
“Dari 220 negara di dunia, ada 100 negara yang menggunakan KTP. Indonesia salah satunya,” katanya usai sebuah acara diskusi Melindungi Hak Privasi dari Praktik Penyadapan di Jakarta, Sabtu (16/5/2015).
Sejarah KTP, kata Johar, bermula dari zaman penjajahan Belanda. Pada waktu itu pemerintah kolonial berkepentingan untuk mendata penduduk agar bisa mengendalikan mereka dari potensi berbuat makar.
“Boleh dibilang, KTP itu merupakan bentuk pelanggaran privasi paling besar. Tapi tidak ada yang protes,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif Institute for Policy Research and Advocacy (ELSAM) Indriaswati Dyah Saptaningrum menuturkan abainya orang Indonesia pada privasi terkait erat dengan miskonsepsi terkait konsep privasi itu.
“Banyak yang mengatakan privasi itu konsep Barat. Dari segi bahasa memang iya. Tapi di filosofi lokal kita juga sebenarnya ada soal privasi. Misalnya dalam adat Jawa ada batasan sampai sejauh mana tamu boleh masuk ke rumah,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Proyek Engage Media Dhyta Caturani mengatakan ketidakpedulian privasi semakin telanjang di era Internet. Saat ini, ujar dia, pengguna media sosial Indonesia mengunggah berbagai data dan kegiatan mereka tanpa beban.
“Saya pernah bertemu dengan Manajer Proyek Twitter di Italia. Dia bilang orang Indonesia itu paling terbuka di Twitter dibandingkan negara lain,” bebernya.