Bisnis.com, JAKARTA — PT Wira Karya Sakti akan mengajukan upaya hukum banding setelah Pengadilan Negeri Jambi menyatakan PT Ricky Kurniawan Kertapersada sebagai pemilik hak atas lahan seluas 2.000 hektare di Kabupaten Muaro Jambi.
Kuasa hukum PT Wira Karya Sakti (WKS) Rivai Kusumanegara mengatakan majelis juga menyatakan bahwa izin-izin perkebunan yang telah diperoleh PT Ricky Kurniawan Kertapersada telah sah.
“Putusan ini sangat aneh dan tidak jelas, mengingat majelis hanya mempertimbangkan saksi fakta dari penggugat dan mengabaikan beberapa saksi ahli tergugat. Kami akan ajukan banding,” kata Rivai kepada Bisnis, Selasa (23/12/2014).
Putusan yang dibacakan pada 18 Desember 2014 tersebut menyatakan bahwa perbuatan WKS yang mengaku memiliki lahan yang berasal dari Surat Menteri Kehutanan No. 1198/Menhut-IV/1997 terkait Penambahan Areal HTI seluas 76.000 hekatere merupakan perbuatan melawan hukum.
Majelis menyatakan bahwa lahan tersebut berdasarkan Izin Lokasi No. 280/2002 adalah sah merupakan kebun sawit milik RKK. Izin seperti Persetujuan Prinsip Usaha Budidaya Perkebunan Kelapa Sawit dan Kemiri, Izin Lokasi, dan Izin Usaha Perkebunan milik RKK telah dinyatakan sah.
Dia menambahkan majelis juga mengabaikan putusan-putusan otoritas hukum yang telah dibacakan sebelumnya. PN Jambi mengabaikan putusan inkracht sebelumnya baik dalam perkara pidana maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Mahkamah Agung (MA) telah menyatakan mantan Direktur Utama RKK Maskur Anang telah melakukan penggelapan lahan. Hakim Agung yang diketuai Artidjo Alkostar memvonis bersalah dan menjatuhi hukuman 2 tahun penjara.
Putusan No. 1723 K/Pid/2012 tersebut dirumuskan pada 22 Mei 2013. Namun, Maskur masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang sampai sekarang.
PN Jambi, lanjutnya, juga mengabaikan perkara perdata sebelumnya yang masih dalam tahap pemeriksaan kasasi di MA. Perkara perdata pertama bermula saat Maskur menggugat WKS untuk membatalkan perjanjian penyerahan lahan.
RKK juga melakukan intervensi dan meminta dinyatakan sebagai pihak yang berhak atas lahan seluas 2.000 hektare tersebut. Putusan PN Jambi No. 80/Pdt.G/2011/PN.Jbi. menyatakan tidak menerima gugatan pokok, intervensi, maupun rekonvensi para pihak pada 27 Juni 2012.
WKS lantas mengajukan upaya hukum banding. Pada 31 Januari 2013, Pengadilan Tinggi Jambi memenangkan WKS dan menghukum RKK untuk mengosongkan lahan serta membayar sejumlah ganti rugi.
RKK mengajukan upaya hukum kasasi dan saat ini masih dalam proses pemeriksaan di MA.
WKS juga mengajukan gugatan pada PTUN Jambi untuk membatalkan dan memerintahkan Bupati Jambi untuk mencabut Izin Usaha Perkebunan, Hak Guna Usaha, dan lima Hak Guna Bangunan milik RKK. Hasilnya, gugatan tersebut dikabulkan seluruhnya pada 29 November 2012.
Putusan tersebut telah dikuatkan oleh putusan MA No. 336 K/TUN/2013 pada 23 September 2013, kendati hingga saat ini Bupati Jambi belum melaksanakan putusan. RKK tengah mengajukan peninjauan kembali yang diduga untuk mengulur eksekusi.
“Putusan PN Jambi ini menciptakan disparitas antar-putusan yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan berlarut-larutnya penyelesaian sengketa. Dampaknya pada investor yang akan ragu menanamkan modalnya di Indonesia,” ujarnya.
Secara terpisah, kuasa hukum RKK OC Kaligis belum merespons panggilan telepon maupun pesan singkat dari Bisnis.
Perkara ini bermula ketika Izin Lokasi RKK yang telah habis masa berlakunya. WKS mendapatkan pencadangan lahan tersebut dan telah membuat perjanjian penyerahan lahan dengan RKK pada 11 Oktober 1999.
Selain itu, WKS yang merupakan anak usaha Sinarmas Group juga telah memberikan sejumlah kompensasi untuk menghindari konflik.
Namun, Maskur menjual RKK kepada Matahari Kahuripan Indonesia Group (Makin) saat WKS tengah memproses alih fungsi Areal Penggunaan Lain (APL) menjadi Kawasan Hutan. Setelah itu, RKK memohonkan izin baru pada lokasi yang sama, kendati direktur masih dijabat Maskur yang juga terlibat pada perjanjian penyerahan lahan sebelumnya.