BISNIS.COM, JAKARTA-- Dari data pendalaman yang dilakukan oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai bahwa saat ini ada gerakan yang merupakan sebuah rangkaian usaha oleh kelompok radikal tertentu untuk mengisi pemuda – pemuda negeri dengan paham – paham Islam yang sesat dan berakar pada kedangkalan pengetahuan agama.
Keyakinan akan jihad, fa’I (m, thaghut (menyembah selain Tuhan) yang bertentangan dengan kemuliaan agama telah ditularkan kepada generasi muda secara sistematis dengan memanfaatkan ketidaktahuan dan kemisikinan.
Hal ini harus disikapi oleh orang tua, guru, pemuka agama, ormas Islam dan juga komponen-komponen masyarakat dan melahirkan kewajiban semua warga negara termasuk aparat negara yang harus ikut bertanggung jawab.
Disini masyarakat melihat bahwa bahaya nyata terorisme ada di depan mata. Artinya, keberadaan Densus 88 justru sangat dibutuhkan untuk melindungi segenap warga negara dari bahaya terorisme ini.
“Kompolnas beranggapan bahwa rasanya tidak ada alasan untuk membubarkan Densus 88, bahkan melihat eskalasi teroris yang semakin rajin berbaur dengan masyarakat sudah selayaknya pola organisasi dan cara bertindak Densus 88 menyesuaikan diri,” ujar Komisioner Kompolnas, M Nasser kepada Bisnis, Minggu (12/5/2013).
M. Nasser juga menyarankan agar ke depan Densus 88 bukan saja perlu menyempurnakan organisasi sebagai satuan serbu elit Polri, tetapi juga sudah saatnya melengkapi diri dengan kemampuan untuk melakukan dialog dan dakwah untuk kemuliaan tauhid dan aqidah yang murni Islamiyyah sehingga mampu menahan laju ajaran berbahaya.
Kompolnas pun menyadari, bahwa memang ada banyak keluhan tentang siapa yang melakukan kontrol terhadap pekerjaan Densus 88, pertanyaan kritis lain juga adalah bagaimana jika Densus 88 digunakan untuk membungkam musuh politik?.
Beberapa bulan lalu, Kompolnas telah melakukan pencermatan detail terhadap Densus 88 dan hasilnya disimpulan bahwa Densus 88 memiliki standard operating procedure (SOP) yang sangat credibel dan accountable. Artinya, seorang anggota Densus 88, baru akan menembak bila terpenuhi SOP.
“Untuk diketahui ada perintah jelas, semua target Densus 88 seharusnya ditangkap hidup – hidup, bila toh ada yang harus ditembak itu pasti karena ada bahaya – bahaya tertentu yang sedang menganga dan berpotensi menimbulkan korban.” jelasnya.
Menurut Nasser, menangkap target hidup adalah sebuah keutamaan terbesar bagi Densus 88 karena berkesempatan untuk mendapat banyak informasi penting dalam pengungkapan jaringan”.
Sangat jelas, sambung Nasser, tidak benar Densus 88 melakukan bencana kemanusiaan dengan menembak atau membunuh seenaknya.
Dia menegaskan, penangkapan target Densus 88 itu selalu disertai persiapan yang panjang dan terencana dan sesuai audit Kompolnas yang pernah dilakukan, penyergapan teroris, serta hampir tidak pernah dilakukan secara mendadak apalagi kebetulan.
“Dari uraian dan pemikiran diatas, kita berpandangan bahwa sangat berlebihan bila masyarakat memiliki kecurigaan adanya penangkapan teroris sebagai pengalihan isu politik ataupun sekedar sebagai tindakan pencitraan Kepolisian,” tegasnya.
Nasser menambahkan apabila ada penembakan itu suasananya pasti terpaksa dan melakukan sesuatu dengan pilihan terakhir.
Sebelumnya, wacana pembubaran Densus 88 semakin mencuat, terutama dari sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas), karena dinilai kerap melakukan tindak kekerasan dalam memberantas aksi terorisme. "Kami setuju agar keberadaan Densus dievaluasi bahkan kalau bisa dibubarkan, kalau tidak dibubarkan harus diusut dulu kasus-kasus pembunuhan oleh Densus, " kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf dalam jumpa pers di Kantor PP Muhammadiyah pekan lalu, di Jakarta.