Bisnis.com, JAKARTA – Israel mengumumkan berhasil menewaskan Abu Obeida, juru bicara militer Hamas, dalam serangan udara di Kota Gaza pada Sabtu (30/8/2025). Tel Aviv menegaskan serangan serupa akan berlanjut jika operasi penyapuan terhadap basis terakhir kelompok tersebut tetap dilakukan.
Melansir Bloomberg, Senin (1/9/2025), sejak serangan akhir pekan lalu, Hamas belum memberikan keterangan mengenai kondisi maupun keberadaan Abu Obeida. Kelompok itu hanya menyebut puluhan korban jatuh di kawasan al-Rimal, bagian dari upaya Israel memaksa eksodus warga sipil.
Menurut militer Israel, Abu Obeida yang bernama asli Hudahaifa Kahlout, selama ini dikenal sebagai wajah bersenjata Hamas. Ia kerap tampil di layar televisi dengan wajah tertutup keffiyeh, menyisakan hanya mata yang terlihat. Dalam perang hampir dua tahun terakhir, banyak warga Palestina menjadikannya sumber informasi utama soal pertempuran maupun nasib para sandera.
Israel Katz, Menteri Pertahanan Israel, turut mengklaim bahwa juru bicara Hamas telah dibunuh oleh tentara Israel
“Juru bicara teroris Hamas telah dieliminasi. Abu Obeida akan segera bertemu dengan banyak rekan kriminalnya,” ujar Katz melalui unggahan di X (Twitter).
Dengan kematian Abu Obeida, Hamas kini disebut hanya menyisakan tiga pemimpin senior di Jalur Gaza, yakni Izz al-Din al-Haddad, komandan Brigade Utara yang dipromosikan Mei lalu; Raed Saad, kepala operasi veteran; serta Hussein Fayyad, pemimpin Hamas di Beit Hanoun yang kini hancur.
Baca Juga
Mereka diyakini masih bertahan di Kota Gaza bersama ribuan pejuang.
Sementara itu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Minggu memimpin rapat kabinet keamanan untuk membahas langkah lanjutan setelah keputusan 8 Agustus mengerahkan pasukan dan tank ke Kota Gaza — wilayah yang mewakili seperempat kawasan Palestina dan masih dihuni hingga satu juta warga sipil.
Netanyahu menegaskan tujuan operasi ini adalah melumpuhkan Hamas sekaligus menyelamatkan 48 sandera yang tersisa, sebagian besar ditawan sejak serangan mendadak 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 250 lainnya.
Hingga kini, 20 sandera diyakini masih hidup, dan masyarakat Israel khawatir mereka bisa dieksekusi atau tewas akibat baku tembak jika eskalasi berlanjut.
Sejumlah negara besar mengecam rencana Israel, menyebutnya akan memperburuk krisis kemanusiaan dan membuka jalan bagi pendudukan kembali Gaza. Namun Amerika Serikat tetap menyokong sekutunya itu dan berencana memperluas Gaza Humanitarian Foundation guna membantu warga Palestina yang terusir.
Pada 18 Agustus, setelah negosiasi panjang tanpa hasil, Hamas menerima proposal gencatan senjata dari mediator Arab. Dua kesepakatan sebelumnya memungkinkan Israel membebaskan sejumlah sandera dengan imbalan pelepasan tahanan Palestina, sekaligus memberi waktu bagi Gaza menimbun persediaan.
Namun kini, Israel mengambil sikap mutlak: satu-satunya cara menghentikan operasi adalah Hamas menyerahkan seluruh sandera dan melucuti senjata.
Menteri Energi Israel Eli Cohen mengatakan posisi Hamas saat ini sudah jauh melemah, namun Israel akan tetap bergerak hingga seluruh sandera dibebaskan.
“Kami siap bergerak untuk menundukkan Hamas, dan tuntutan kami jelas: kesepakatan penuh yang mengembalikan seluruh 48 sandera — baik yang masih hidup maupun yang sudah tidak,” ungkapnya.
Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas menyebut lebih dari 63.000 warga Palestina tewas agresi Israel di Jalur Gaza, sementara Israel mengakui kehilangan lebih dari 450 prajurit.