Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tom Lembong Buka-bukaan Soal Persetujuan Impor hingga Dibidik Usai Gabung Timses Anies

Mantan Mendag Tom Lembong, akhirnya menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa dalam perkara korupsi impor gula di Kemendag, Selasa (1/7/2025).
Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong usai sidang dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025)/Bisnis-Anshary Madya Sukma
Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong usai sidang dakwaan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025)/Bisnis-Anshary Madya Sukma

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong, atau Tom Lembong, akhirnya menjalani sidang pemeriksaan sebagai terdakwa dalam perkara korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Selasa (1/7/2025). 

Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa itu dilakukan setelah agenda pemeriksaan saksi maupun ahli yang dihadirkan beberapa waktu sebelumnya. Sebelum sidang terakhir itu, Tom telah diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa lainnya yaitu mantan Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI.

Untuk diketahui, Tom dan Charles didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dan menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp578 miliar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut Tom memberikan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada ke delapan perusahaan swasta gula rafinasi.

Dalam surat dakwaan yang disusun JPU, persetujuan impor atau PI yang diberikan Tom tanpa didasari oleh rapat koordinasi antar kementerian. 

Adapun, pada saat diperiksa sebagai terdakwa kemarin, Tom menegaskan bahwa penunjukan perusahaan swasta bukan merupakan ranah kewenangannya, melainkan PPI selaku BUMN yang diberikan penugasan. Hal itu termasuk pengaturan alokasi jumlah impor gula untuk dilakukan oleh perusahaan.

Hal tersebut disampaikan Tom usai JPU membeberkan bahwa terdapat total 21 PI yang diterbitkan selama dia menjabat. JPU lalu bertanya kepada Tom apabila pemberian PI kepada delapan perusahaan swasta dalam rangka impor gula sudah dibahas dalam Rakortas. 

Sebagaimana diketahui, delapan perusahaan itu kini juga terseret dalam perkara yang diduga merugikan keuangan negara Rp578 miliar itu. 

"Kalau yang ditanyakan oleh bapak Jaksa Penuntut apakah alokasi jumlah impor gula dibicarakan, saya juga dapat pastikan tidak. Karena itu bukan ranah, bukan tugas dan wewenang para menteri bidang perekonomian, dalam rakortas tersebut dan bahkan juga bukan ranah daripada menteri perdagangan," tuturnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).  

Salah satu Mendag era Kabinet Kerja itu pun menyebut, impor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun daerah ketika awal-awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Kebijakan itu, terang Tom, adalah arahan dari Presiden. 

"Guna mencapai tujuan kebijakan yang diarahkan oleh bapak Presiden untuk menstabilkan kemudian sejauh mungkin meredam harga bahan pangan, termasuk sesuai aturan yang diterbitkan harga gula, secepat mungkin," tuturnya.

Tidak hanya itu, Tom juga menyebut kebijakan yang diterapkannya terkait dengan perpanjangan periode operasi pasar kepada Induk Koperasi Kartika pada Agustus 2015 silam, hanya melanjutkan kebijakan dari pendahulunya yaitu Rachmat Gobel. 

"Di mana ini tentunya adalah perpanjangan dari sebuah penugasan yang sudah diberikan oleh para pendahulu, ya kembali lagi sebagaimana saya sampaikan di sidang yang lain di kementerian biasanya ada lembar kontrol. Ada sebuah sistem, termasuk approval, persetujuan berjenjang dari bawah ke atas. Dari eselon bawah ke eselon atas," terangnya di hadapan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025). 

Dia pun turut menuturkan bahwa kebijakan impor gula saat itu tidak lepas dari kondisi ketersediaan di dalam negeri. Kebijakan itu tidak terkecuali pemberian PI kepada perusahaan gula swasta. 

Meski demikian, JPU pada kesempatan yang sama menerangkan bahwa Peraturan Mendag No.117 menyatakan impor dalam rangka stabilisasi harga serta pemenuhan stok dilakukan dengan penugasan terhadap BUMN.

Tom pun menjawab bahwa PI diterbitkan saat Indonesia sudah keluar dari musim giling tebu hingga tidak ada produksi gula dalam negeri. Dia juga menyebut keputusannya untuk memberikan izin kepada perusahaan swasta dalam mengimpor gula mentah berasal dari Menteri Pertanian dan Deputi Bidang Pangan Kemenko Perekonomian saat itu. 

Tidak hanya itu, lanjutnya, BUMN disebut tidak memiliki kapasitas untuk memproduksi gula putih karena mesin penggilingan yang dimiliki sudah sejak zaman kolonial sehingga berbahan bakar ampas tebu petani. Sementara itu, Indonesia sudah berada di luar musim giling sehingga menyebabkan mesin-mesin tersebut tidak memiliki bahan bakar.

Adapun industri gula swasta, terangnya, bisa memproduksi gula putih karena memiliki mesin dengan tenaga diesel. 

Mengenai pemberian PI kepada perusahaan gula rafinasi, Tom menyebut kewenangan untuk menunjuk perusahaan dilakukan oleh BUMN, dalam perkara ini yaitu PPI.

Meski demikian, pria yang juga pernah menjabat Kepala BKPM itu menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan gula rafinasi yang ditunjuk BUMN merupakan badan usaha yang sah, memiliki izin, dan tidak memiliki permasalahan pajak. Alur pemberian persetujuan impor itu, katanya, sudah berlaku sejak era Rachmat Gobel. 

"Dari rantai dokumentasi sangat terlihat bahwa Mendag pendahulu saya, Rachmat Gobel pernah menyurati manajemen PT PPI dengan sebuah lampiran yang menguraikan secara komprehensif semua pelaku di sektor industri gula nasional, baik BUMN, maupun swasta maupun distributor, dan kemudian mempersilakan PT PPI untuk memilih menyeleksi, siapa saja yang akan menjadi mitra kerja sama PT PPI dalam melaksanakan penugasannya," tuturnya. 

Kendati kini dipermasalahkan secara hukum, Tom menilai pendekatan yang sudah dilakukan era Rachmat Gobel sudah tepat. Dia mengatakan bahwa menteri harus bisa membatasi diri dalam memutuskan suatu kebijakan teknis. 

"Dan itu tentunya adalah pendekatan yang tepat, dan sekali lagi menteri harus membatasi diri pada tingkat kebijakan, policy, dan sepenuhnya menjadi tugas wewenang dan tanggungjawab manajemen BUMN penerima penugasan," tuturnya. 

Selain menyoroti soal kebijakan impor yang kini menjeratnya sebagai terdakwa, persidangan kemarin turut menyoroti soal proses hukum yang bergulir. Dari pertanyaan penasihat hukumnya, Tom mengaku sudah tahu menjadi bidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak 2024.

Tom mengungkap, hal itu diketahuinya pada sekitar akhir 2024 setelah resmi bergabung sebagai salah satu tim kampanye nasional pasangan calon presiden dan wakil presiden. 

Sebagaimana diketahui, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dimaksud adalah nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. 

"Dan baik selama masa kampanye Pilpres 2024, maupun setelahnya, saya mendapat kabar secara berkala bahwa Kejaksaan terus membidik kasus terhadap saya terkait importasi gula," ungkapnya.

Tom lalu menyebut telah menjalani pemeriksaan sekitar empat minggu, sebelum akhirnya Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029. 

Kemudian, dua minggu setelahnya, dia ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. 

"Tidak sampai dua minggu ya setelah presiden dan wapres baru dilantik, kemudian saya diberitahu bahwa saya dinyatakan tersangka dan pada saat itu juga langsung ditahan. Semuanya [pemeriksaan] adalah pertanyaan-pertanyaan mengenai kebijakan-kebijakan, keputusan-keputusan yang saya ambil sebagai menteri perdagangan di periode Agustus 2015–Juli 2016," ucapnya.

Pada perkembangan lain, Kejagung kini juga telah menyeret delapan orang terdakwa dari delapan perusahaan swasta berbeda yang diduga terlibat dalam perkara impor gula itu, serta memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi. 

Mereka adalah Direktur Utama PT Angels Products Tony Wijaya Ng, Direktur PT Makassar Tene Then Surianto Eka Prasetyo, Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya Hansen Setiawan serta Direktur Utama PT Medan Sugar Industry Indra Suryaningrat. 

Kemudian, Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama Eka Sapanca, Presiden Direktur PT Andalan Furnindo Wisnu Hendraningrat, Kuasa Direksi PT Duta Sugar International Hendrogiarto A. Tiwow serta Direktur Utama PT Berkas Manis Makmur Hans Falita Utama. 

Para pengusaha itu didakwa secara melawan hukum mengajukan persetujuan impor gula kristal mentah kepada dua Mendag. Selain Tom, politisi yang menjabat Mendag setelah Tom juga ikut terseret  yakni Enggartiasto Lukita. 

"Secara melawan hukum, yaitu [...] mengajukan Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada Thomas Trikasih Lembong dan Enggartiasto Lukita selaku Menteri Perdagangan Republik Indonesia yang diketahui Persetujuan Impor tersebut tanpa didasarkan Rapat Koordinasi antar Kementerian," demikian bunyi dakwaan jaksa yang dibacakan, Kamis (19/6/2025).  

Persetujuan impor gula kristal mentah itu dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula kepada PPI, Induk Koperasi Kartika (Kartika) serta Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol).  

Beberapa perbuatan melawan hukum lain yang turut didakwakan kepada para terdakwa juga meliputi pengajuan persetujuan impor ke Tom dan Enggar tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), bekerja sama dengan PPI dalam rangka penugasan dari Kemendag guna menyepakati pengaturan harga jual dari produsen kepada PPI, serta pengaturan harga jual dari PPI kepada distributor di atas Harga Patokan Petani (HPP).  

Tidak hanya itu, delapa swasta itu juga disebut hanya membayarkan bea masuk impor dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dengan tarif untuk gula kristal mentah. Padahal, harusnya bea masuk dan PDRI yang dibayarkan senilai tarif impor gula kristal putih untuk penugasan stabilisasi harga atau operasi pasar.  

Pada dakwaan tersebut, JPU memaparkan bahwa perusahaan-perusahaan itu mengajukan pengakuan ke Tom sebagai perusahaan importir produsen gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih, ketika produksi dalam negeri gula kristal putih mencukupi.

"Perbuatan Terdakwa Tony Wijaya Ng bersama-sama dengan Thomas Trikasih Lembong, Enggartiasto Lukita, Charles Sitorus, Then Surianto Eka Prasetyo, Hansen Setiawan, Indra Suryaningrat, Eka Sapanca, Wisnu Hendraningrat, Hendrogiarto A. Tiwow, dan Hans Falita Utama telah mengakibatkan kerugian keuangan negara [...] yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara total sebesar Rp578.105.411.622,47," bunyi surat dakwaan jaksa.  


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Muhammad Ridwan
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper