Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus dugaan korupsi alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Satrio Wibowo.
Satrio adalah Direktur PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo. Peran Satrio dan perusahaannya yakni diduga sebagai pemilik barang (APD).
Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyampaikan, lembaganya mempersilakan tersangka untuk mengajukan permohonan praperadilan sesuai hak yang diberikan oleh aturan hukum yang berlaku.
"KPK melalui Biro Hukum akan menghadapi dan mengawal proses persidangannya," ujarnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, dikutip Selasa (29/10/2024).
KPK, terang Tessa, telah berkeyakinan bahwa proses hukum yang berjalan sudah sesuai prosedur dan aturan yang berlaku.
"KPK berkeyakinan proses Penetapan tersangka sudah sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku," ujar Tessa.
Baca Juga
Adapun tersangka lainnya yakni Budi Sylvana, saat ditanya apabila bakal mengajukan praperadilan, disebut akan menjalani proses hukum yang ada.
"Tidak [ajukan praperadilan]. Beliau istikomah ikuti proses hukum di KPK," ujar pengacara Budi Sylvana, Ali Yusuf pada keterangan terpisah kepada Bisnis.
Untuk diketahui, permohonan praperadilan Satrio itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan No.108/Pid.Pra/2024/PN JKT. SEL.
Dari tiga tersangka, baru dua yang sudah ditahan yaitu Satrio dan mantan PPK Kemenkes Budi Sylvana pada awal Oktober 2024. Sementara itu, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik belum ditahan.
Sebelumnya, KPK mengungkap pengadaan APD Covid-19 pada pandemi 2020 lalu merugikan keuangan negara sebesar Rp319 miliar. Nilai kerugian itu didapatkan dari audit yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Hal itu disampaikan oleh Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (3/10/2024).
Anggaran pengadaan APD itu bersumber dari Dana Siap Pakai (DSP) milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam proses pengadaan, penyidik KPK mengendus dugaan penggelembungan harga atau mark-up.
Asep menduga kerugian negara Rp319 miliar itu seharusnya tidak terjadi apabila APD langsung dipasok dari PT PPM ke Kemenkes, tanpa harus ada pelibatan PT EKI.
"Jadi secara garis besar bahwa ada penambahan harga, ada mark up harga antara PT PPM dengan Kemenkes, di tengahnya ada PT EKI. Jadi, seharusnya kalau misalkan langsung ke PT PPM itu harganya lebih rendah. Sehingga di situ ada kenaikan harga, peningkatan harga, mark-up lah," ujar Jenderal Polisi bintang satu itu.