3. Pembentukkan Satgas Hilirisasi
Keberhasilan formulasi dan reformulasi kebijakan hilirisasi, diperlukan penguatan kelembagaan. Salah satu langkah penting adalah pembentukan satuan tugas (Satgas) hilirisasi dan industrialisasi di tingkat nasional yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Lembaga tersebut berperan sebagai koordinator utama, menyinergikan berbagai pemangku kepentingan yang selama ini terfragmentasi, serta memiliki kewenangan penuh untuk mengoordinasikan kebijakan, memobilisasi sumber daya, dan menyukseskan hilirisasi.
Organisasi tersebut ini juga harus melibatkan forum konsultasi dengan partisipasi pemangku kepentingan non-pemerintah, seperti asosiasi pengusaha, masyarakat lokal, LSM, dan akademisi. Satgas memiliki mandat dari tahap perencanaan hingga evaluasi kebijakan, serta dapat menyesuaikan kebijakan jika ditemukan kendala.
4. Tata Kelola Kebijakan
Reformulasi kebijakan hilirisasi tidak hanya memerlukan kelembagaan yang kuat, tetapi juga tata kelola yang optimal. Tata kelola ini harus mengacu pada prinsip-prinsip utama, seperti berorientasi pada hasil, pemberian insentif bersyarat, pendekatan iteratif dan eksperimental, serta transparansi dan akuntabilitas masyarakat.
Dalam disertasi tersebut, Bahlil menegaskan setiap kebijakan harus diarahkan untuk mencapai tujuan hilirisasi yang berkeadilan dan berkelanjutan, dengan sasaran terukur yang dievaluasi secara berkala.
Insentif secara bersyarat juga diperlukan sebagai dukungan kepada pihak terkait disertai syarat yang jelas, seperti kewajiban investasi di sektor bernilai tambah, dan insentif dapat dicabut jika tidak memenuhi kinerja yang diharapkan.