Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kakak Cak Imin Dipanggil KPK di Kasus Suap Hibah Jatim

KPK memeriksa Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.
Juru Bicara KPK baru Tessa Mahardhika dan Budi Prasetyo yang diperkenalkan oleh Biro Humas KPK sore ini, Jumat (7/6/2024)/Bisnis-Dany Saputra.
Juru Bicara KPK baru Tessa Mahardhika dan Budi Prasetyo yang diperkenalkan oleh Biro Humas KPK sore ini, Jumat (7/6/2024)/Bisnis-Dany Saputra.

Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar dalam perkara dugaan suap dana hibah Provinsi Jawa Timur.

Kakak Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, itu  telah tiba di Kantor KPK. Ia sempat memberikan keterangan ke awak media mengenai rencana pemeriksaan penyidik lembaga antikorupsi.

"Kalau di surat pemanggilannya terkait masalah di Jawa Timur," ujar Abdul Halim di KPK, Kamis (22/8/2024).

Ia tidak banyak memberikan keterangan mengenai kemungkinan materi apa saja yang akan ditanyakan oleh penyidik KPK. Politikus PKB itu juga tidak menjelaskan apa saja persiapan untuk menghadapi pemeriksaan kasus tersebut.

"Ya apapun yang ditanya saya jawab nanti sesuai dengan apa adanya," ujarnya. 

Dalam catatan Bisnis, KPK telah menetapkan sebanyak 21 orang tersangka dalam pengembangan perkara dugaan suap pengurusan dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran (TA) 2019-2022. 

Perkara itu sebelumnya berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Jawa Timur pada Desember 2022 lalu. Salah satu tersangka yang ditetapkan dari OTT itu yakni Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua P. Simanjuntak (STPS).  

Kini, lembaga antirasuah telah menetapkan 21 orang tersangka baru dalam kasus tersebut. 

"Bahwa dalam surat perintah penyidikan tersebut, KPK telah menetapkan 21 tersangka. Yaitu empat tersangka sebagai penerima, 17 lainnya sebagaia tersangka pemberi," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (12/7/2024). 

Secara terperinci, empat orang tersangka penerima suap pada pengembangan kasus itu meliputi tiga orang penyelenggara negara dan satu orang staf mereka. 

Kemudian, 17 tersangka pemberi suap meliputi 15 orang pihak swasta dan 2 orang penyelenggara negara. 

KPK pun telah melakukan serangkaian penggeledahan pada kasus tersebut selama 8-12 Juli 2024. Penggeledahan itu dilakukan di beberapa rumah yang berlokasi di Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Tulungagung, Gresik, Blitar, Bangkalan, Sampang dan Sumenep. 

Tessa lalu menjelaskan, penyidik telah menyita sejumlah barang bukti berupa uang Rp380 juta, dokumen terkait dengan pengurusan dana hibah serta kuitansi dan catatan penerima uang bernilai miliaran rupiah. 

"Bukti setoran uang ke bank, bukti penggunaan uang untuk pembelian rumah, copy sertifikat rumah dan dokumen-dokumen lainnya serta barang-barang elektronik berupa handphone dan media penyimpanan lainnya yang diduga punya keterkaitan dengan perkara yang sedang disidik dan akan terus didalami oleh penyidik," terang Tessa. 

Juru bicara KPK berlatar belakang penyidik itu masih enggan mengungkap siapa saja pihak yang ditetapkan tersangka dalam kasus itu, serta nilai dugaan suapnya. 

Dalam catatan Bisnis, KPK pada perkara sebelumnya menduga tersangka STPS menerima uang sekitar Rp5 miliar untuk pengurusan alokasi dana hibah untuk kelompok masyarakat itu. 

Secara keseluruhan, ada total empat tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus suap tersebut. Selain Sahat dan staf ahlinya bernama Rusdi, KPK turut menetapkan dua orang tersangka pemberi suap yakni Kepala Desa Jelgung sekaligus koordinator kelompok masyarakat (pokmas) Abudl Hamid, serta koordinator lapangan pokman Ilham Wahyudi. 

Sebagai penerima, Sahat dan Rusdi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-undang (UU) No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Sementara itu, Abdul Hamid dan Ilham sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper