Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi peringatan kepada fasilitas kesehatan yang melakukan praktik fraud atas pembayaran klaim BPJS Kesehatan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hal itu ditegaskan setelah tim gabungan yang terdiri dari KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPJS Kesehatan serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), berhasil mengungkap dugaan fraud terkait dengan tagihan klaim JKN yang terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp35 miliar.
Dugaan praktik fraud atas pembayaran JKN itu didapatkan dari hasil audit yang dilakukan tim gabungan terhadap sampel klaim BPJS enam rumah sakit di tiga provinsi.
Oleh karena itu, KPK memberikan waktu enam bulan kepada fasilitas kesehatan lainnya yang melakukan praktik fraud atas pembayaran klaim BPJS Kesehatan, tetapi belum diusut, untuk mengembalikan kerugian negara.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan, KPK, Kemenkes hingga BPJS Kesehatan tidak akan tinggal diam untuk fasilitas kesehatan lainnya yang diduga terlibat fraud, namun belum akan diusut secara pidana.
Pihaknya memberikan tenggat waktu tersebut kepada fasilitas kesehatan untuk melakukan koreksi dan pengembalian kerugian keuangan negara ke BPJS Kesehatan.
Baca Juga
“Mereka diberikan waktu hingga enam bulan untuk melakukan koreksi dan pengembalian kerugian keuangan negara ke BPJS Kesehatan,” jelasnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Apabila tidak dilakukan, kata Pahala, maka dugaan fraud itu bisa ditindaklanjuti secara pidana sebagaimana dilakukan terhadap tiga rumah sakit di Jawa Tengah dan Sumatra Utara.
Pahala menceritakan, dari hasil penelusuran tim gabungan, terdapat tiga rumah sakit yang memiliki indikasi kuat melakukan fraud berupa phantom billing. Temuan tiga rumah sakit terindikasi fraud itu didapatkan dari hasil audit yang dilakukan terhadap sampel klaim BPJS enam rumah sakit di tiga provinsi.
Tiga rumah sakit terindikasi fraud itu meliputi dua rumah sakit di Sumatra Utara dan satu di Jawa Tengah. Oknum di ketiga rumah sakit itu diduga menggunakan modus phantom billing, atau merekayasa seluruh dokumen pendukung klaim JKN.
Meski demikian, KPK menduga ada berbagai modus lain yang digunakan oleh para oknum untuk melakukan fraud serupa di tempat lain.
"Hasil dari audit atas klaim yang dilakukan BPJS ini yang kita angkat ke tim ini, ada tiga rumah sakit gitu, yang phantom billing saja. Tiga ini melakukan phantom billing artinya mereka merekayasa semua dokumen," jelas Pahala.
Secara terperinci, satu rumah sakit di Jawa Tengah terindikasi memiliki klaim fiktif atas pembayaran JKN terbesar yakni di kisaran Rp20 miliar sampai dengan Rp30 miliar.
Kemudian, satu rumah sakit di Sumatra Utara terindikasi fraud Rp1 miliar hingga Rp3 miliar, serta satu rumah sakit lainnya Rp4 miliar sampai dengan Rp10 miliar. Kini, hasil temuan tim gabungan itu diakui Pahala telah dipaparkan ke pimpinan KPK.
Dugaan fraud di tiga rumah sakit itu lalu disepakati naik ke penindakan alias bakal diselidiki dugaan korupsinya. Dia menyebut sudah ada indikasi dugaan korupsi pada praktik fraud di tiga rumah sakit tersebut.