Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga praktik fraud berupa klaim fiktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan yang ditemukan turut melibatkan oknum dokter hingga direksi atau manajemen tertinggi pengurus rumah sakit.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan para oknum yang diduga terlibat fraud itu melakukan phantom billing, atau mengajukan klaim atas layanan yang tidak pernah diberikan.
"Kenapa klaim fiktif ini jadi concern kita? Karena tidak mungkin satu orang yang ngejalanin, tidak mungkin dokter saja yang ngejalanin. Yang kita temukan [sampai, red] pemilik-pemiliknya, sampai dirutnya," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/7/2024).
Pahala menceritakan bahwa tim gabungan KPK, BPJS Kesehatan serta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) yang didasarkan pada temuan audit atas klaim BPJS.
Menurutnya, klaim fiktif atas tagihan JKN itu turut didukung oleh berbagai pihak.
"Jadi dokter-dokter itu diagnosisnya sudah mendukung semua lah buat klaimnya," terang Pahala.
Baca Juga
Adapun dari hasil penelusuran tim gabungan, terdapat tiga rumah sakit yang memiliki indikasi kuat melakukan fraud berupa phantom billing. Ada indikasi kerugian keuangan negara sekitar puluhan miliar rupiah akibat praktik fraud tersebut.
Temuan tiga rumah sakit terindikasi fraud itu didapatkan dari hasil audit yang dilakukan terhadap sampel klaim BPJS enam rumah sakit di tiga provinsi. Tiga rumah sakit terindikasi fraud itu meliputi dua rumah sakit di Sumatra Utara, dan satu di Jawa Tengah.
Oknum di ketiga rumah sakit itu diduga menggunakan modus phantom billing, atau merekayasa seluruh dokumen pendukung klaim JKN. Meski demikian, KPK menduga ada berbagai modus lain yang digunakan oleh para oknum untuk melakukan fraud serupa di tempat lain.
"Hasil dari audit atas klaim yang dilakukan BPJS ini yang kita angkat ke tim ini, ada tiga rumah sakit gitu, yang phantom billing saja. Tiga ini melakukan phantom billing artinya mereka merekayasa semua dokumen," jelas Pahala.
Secara terperinci, satu rumah sakit di Jawa Tengah terindikasi memiliki klaim fiktif atas pembayaran JKN terbesar yakni di kisaran Rp20 miliar sampai dengan Rp30 miliar.
Kemudian, satu rumah sakit di Sumatra Utara terindikasi fraud Rp1 miliar hingga Rp3 miliar, serta satu rumah sakit lainnya Rp4 miliar sampai dengan Rp10 miliar. Kini, hasil temuan tim gabungan itu diakui Pahala telah dipaparkan ke pimpinan KPK.
Dugaan fraud di tiga rumah sakit itu lalu disepakati naik ke penindakan alias bakal diselidiki dugaan korupsinya. Dia menyebut sudah ada indikasi dugaan korupsi pada praktik fraud di tiga rumah sakit tersebut.
Sementara itu, KPK, Kemenkes hingga BPJS Kesehatan juga tidak akan tinggal diam untuk fasilitas kesehatan lainnya yang diduga terlibat fraud namun belum akan diusut secara pidana.
Mereka diberikan waktu hingga enam bulan untuk melakukan koreksi dan pengembalian kerugian keuangan negara ke BPJS Kesehatan. Apabila tidak dilakukan, maka dugaan fraud itu bisa ditindaklanjuti secara pidana sebagaimana tiga rumah sakit di Jawa Tengah dan Sumtara Utara.