Bisnis.com, JAKARTA -- Keberadaan sosok Harun Masiku masih misterius kendati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berulangkali mengklaim tahu posisi politikus PDI Perjuangan alias PDIP itu bersembunyi.
Di sisi lain, KPK juga dituntut profesional karena kasus ini menyeret nama Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto. Kelambanan KPK menuntaskan kasus Harun Masiku bisa menggeser isu penegakan menjadi politisasi hukum.
Adapun, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata memastikan pihaknya telah profesional dalam menangani kasus Harun Masiku.
Ia juga menegaskan bakal memecat penyidiknya yang terbukti menerima perintah dari luar dalam penanganan kasus Harun Masiku.
Alex menuturkan bahwa pimpinan KPK hanya memberikan arahan kepada para penyidik agar bekerja secara profesional dalam menyelesaikan kasus suap penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 itu.
"Perintah dan arahan pimpinan jangan sampai kalian itu dalam melakukan proses penindakan itu mengikuti pesanan dan perintah dari luar, saya enggak mau. Kalau sampai itu ketahuan kalian mendapat perintah dari luar saya pecat kalian," kata Alex kepada wartawan di Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Baca Juga
Pimpinan KPK dua periode itu menyampaikan bahwa profesionalisme merupakan satu-satunya arahan yang diberikan ke penyidik.
Khususnya, setelah penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dilaporkan ke Dewas KPK hingga Bareskrim Polri terkait dengan penyitaan barang-barang milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan stafnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Johanis Tanak. Dia menegaskan bahwa tim penyidiknya melakukan penyitaan sesuai dengan perintah Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), UU KPK, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta KUHAP.
Johanis menjelaskan bahwa HP Hasto dan Kusnadi merupakan barang bukti elektronik yang sah menurut hukum, dalam hal ini sebagai pengumpulan bukti perkara Harun Masiku.
"Dari tindakan hukum penyitaan HP tersebut sebagai alat bukti diharapkan akan membuat terang tipikor yang terjadi dan hal tersebut dilakukan sesuai ketentuan hukum acara pidana sebagaimana diatur dlm KUHAP," katanya.
Laporan Kubu Hasto
Sementara itu, tim penasihat hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyerahkan bukti tambahan ke Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), terkait dengan dugaan pelanggaran etik oleh penyidik Rossa Purbo Bekti.
Ronny Talapessy, salah satu anggota tim hukum Hasto dan Kusnadi, mengatakan bahwa pelaporannya pada hari ini guna memberikan bukti tambahan terkait dengan dugaan pelanggaran etik oleh Rossa. Pihaknya mempermasalahkan dua surat tanda terima barang bukti yang ditandatangani oleh Kusnadi dari penyidik.
Satu surat diserahkan pada saat penyitaan terjadi, Senin (10/6/2024). Namun, tanggal di surat tersebut justru 23 April 2024. Pihak Hasto dan Kusnadi menduga adanya kesalahan yang dilakukan penyidik dalam membuat surat tersebut.
Kemudian, surat kedua diserahkan ke Kusnadi saat pemeriksaan kemarin, Rabu (19/6/2024). Surat itu disebut pihak KPK merupakan versi final bertanggal 10 Juni 2024, dan seharusnya sudah diserahkan ke Kusnadi pada hari penyitaan.
"Tetapi apa yang terjadi di dalam pemeriksaan, teman-teman, bahwa surat diberikan tanggal dengan surat yang sama, tetapi tanggalnya diubah, yaitu tanggal 10 Juni 2024, seperti di pemeriksaan yang awal," papar Ronny kepada wartawan di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Ronny lalu menuding bahwa adanya dugaan pemalsuan surat tanda terima barang bukti yang ditandatangani oleh Kusnadi. Menurutnya, surat yang sah justru bertanggal 23 April 2024 kendati salah tanggal. Hal itu karena Kusnadi tidak membubuhkan paraf di surat kedua yang justru bertanggal 10 Juni 2024.
Pria yang juga mantan caleg PDIP di Pemilu 2024 itu lalu menduga adanya rekayasa yang dilakukan oleh penyidik pada surat bertanggal 10 Juni 2024 itu.
"Kami melihat, bahwa proses yang sedang berjalan di KPK oleh oknum penyidik, telah terjadi pelanggaran hukum. Terhadap proses pengambil barang bukti kami sudah sampaikan di awal bahwa ini melanggar KUHAP, apapun atau SOP ataupun peraturan internal terkait dengan pemberitahuan kepada dewas," jelasnya.
Oleh sebab itu, selain melaporkannya ke Dewas, Ronny mengatakan bakal melaporkan dugaan rekayasa itu ke kepolisian. Menurutnya, sudah terjadi pelanggaran hukum oleh penyidik KPK. Sehingga, dia menilai barang-barang yang disita penyidik termasuk handphone dan catatan PDIP tidak bisa dijadikan bukti.
"Karena perolehan barang-barang pribadi dan buku DPP PDI Perjuangan ini tidak melalui proses hukum yang benar, maka ini adalah cacat hukum," tuturnya
Menkumham Tidak Tahu
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menekankan belum memiliki informasi terbaru terkait dengan perkembangan pencarian buron Harun Masiku.
Bahkan, Yasonna menekankan bahwa dirinya belum mengetahui informasi ihwal terpantaunya posisi buronan kelas kakap tersebut oleh pihak Imigrasi.
"Itu saya enggak tahu [keberadaan Harun Masiku]" katanya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Lebih lanjut, Yasonna memilih bungkam dan hanya berkomentar senada untuk menegaskan bahwa dirinya tak memiliki informasi terkait dengan Harun Masiku.
"Saya enggak tahu," pungkas Yasonna yang merupakan kader senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).