Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkap hukum mudik atau pulang kampung dalam sisi pandangan ajaran agama Islam.
Wakil Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan bahwa mudik lebaran memang tidak masuk kategori ibadah yang sudah ditentukan aturannya dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits.
"Dalam memaknai mudik lebaran ini umat Islam tidak perlu menjadikan polemik atau pro kontra, apalagi saling menyalahkan sehingga menimbulkan perpecahan diantara umat Islam. Mudik lebaran memang tidak masuk kategori ibadah mahdhah atau ibadah yang sudah ditentukan aturannya dalam al-Qur'an maupun al-Hadits, seperti shalat, zakat, dan haji," katanya, dalam keterangan, Senin (8/4/2024).
Dia menjelaskan bahwa mudik lebaran itu masuk dalam katagori ibadah ghairu mahdhah yang diartikan sebagai ibadah yang tidak ditentukan aturannya baik di Al-Qur'an maupun Al-Hadits.
Namun demikian, menurutnya mudik masuk sebagai perbuatan yang bisa mendatangkan kebaikan, baik kepada diri sendiri maupun orang lain, sehingga jika dilaksanakan dengan niat ikhlas karena Allah SWT, maka bisa mendatangkan pahala.
Adapun dia menjelaskan contoh ibadah ghairu mahdhah lainnya seperti belajar, mencari nafkah untuk keluarga, menolong sesama yang sedang dalam kesulitan, dan lain sebagainya.
Baca Juga
"Jadi menurut saya sebaiknya mudik lebaran tidak perlu dijadikan polemik karena dapat menimbulkan perpecahan di kalangan umat. Bagi yang setuju silakan melaksanakan, bagi yang tidak setuju tidak usah menyalahkan. Karena hal tersebut tidak akan merusak keimanan kita. Sehingga tidak ada manfaatnya untuk diperselisihkan," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa semua kembali kepada niatnya, jika niat mudik untuk membangun silaturahmi dengan orang tua, saudara, kerabat dan teman-teman, tidak melakukan kezaliman, meninggalkan shalat dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama, InsyaAllah mudiknya membawa manfaat dan mendapat pahala.
Namun demikian, dia menjelaskan bahwa jika niat mudiknya karena ingin pamer kekayaan, kesuksesan dan keberhasilan, melakukan perbuatan dosa seperti mabuk-mabukan, menipu, menzalimi orang, meninggalkan kewajiban shalat dan lainya, maka mudiknya tidak mendatangkan pahala apa-apa bahkan berdosa.
Dia menyatakan bahwa momen mudik yang merupakan salah satu bentuk budaya yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, justru menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
"Rasulullah SAW sendiri pernah merasakan rindu pada Makkah, kota kelahiran-Nya. Hal itu terungkap dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam at-Tirmizi yang dilukiskan dengan indah jalinan cinta yang kuat antara Rasulullah SAW dengan kota kelahirannya Makkah, "Betapa indahnya engkau wahai negeriku [Makkah]. Betapa saya sangat cinta kepadamu. Sekiranya kaumku tidak mengusirku darimu, niscaya aku tidak akan tinggal di tempat lain selainmu," ucapnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa ucapan tersebut dilontarkan saat Rasulullah meninggalkan kota kelahirannya, Makkah, dengan berlinangan air mata. Rasulullah terpaksa hijrah ke Madinah karena tekanan dan penganiayaan kaum Quraisy. Menurutnya, hadis ini menggambarkan betapa dalam cinta Rasulullah kepada tanah kelahirannya.
"Profesor Quraish Shihab pernah mengatakan mudik bukan sekadar pulang kampung, mudik adalah sebuah perjalanan spiritual yang penuh kelezatan rohani. Mudik adalah kelezatan rohani yang tiada tara. Itulah alasan orang-orang rela menempuh perjalanan jauh, menghabiskan waktu dan biaya, demi merasakan kembali kehangatan keluarga dan kampung halaman," tambahnya.