Bisnis.com, SUBANG — Matahari sudah hampir berada di puncak tertinggi, tetapi terik tak halangi para penyapu koin bersiaga antisipasi lemparan uang receh dari para pemudik yang lewati jalur Pantura.
Tak kurang sepanjang satu kilometer menuju Jembatan Sewo, perbatasan Subang—Indramayu, Jawa Barat, para penyapu koin berbaris rapi menghadap jalanan aspal. Mereka kompak mengepal sejenis sapu lidi yang sudah dimodifikasi agar jangkauannya lebih luas.
Ketika terdengar gemercik uang perak menghantam aspal, perhatian para penyapu koin sontak menuju pusat suara. Dengan alat bantu sapu, mereka coba menggapai koin yang dilemparkan oleh pengendara jalan.
Notabenenya, praktik penyapu koin di Jembatan Sewo sudah berusia puluhan tahun. Namun, belakangan aksi mereka mendapat sorotan khusus.
Lantaran, viral di media sosial potongan video para penyapu koin itu yang sedang berebut uang lemparan sehingga akibatkan kecelakaan lalu lintas. Komentar negatif pun langsung ditujukan kepada para penyapu koin itu.
Anas (26) merupakan salah satu penyapu koin di Jembatan Sewo. Tangan kanannya sambil menggenggam secangkir kopi hitam, ketika Anas mencurahkan keluhannya kepada Bisnis di sebuah warung sebelah Jembatan Sewo.
Baca Juga
Kekesalannya tidak bisa ditutupi ketika tanggapi berbagi komentar negatif kepada para penyapu koin di media sosial. Anas merasa, jari para pengguna media sosial terlalu ringan komentari sebuah peristiwa yang hanya tampak permukaannya.
"Makanya yang viral-viral ya kalau cuma tahu sekilas, ya banyak ini-itu lah ibaratnya. Kalau mau tahu gimana benarnya, ya ke sini," ujarnya dengan tekanan nada diakhir kalimat, Senin (8/4/2024).
Anas tahu benar risiko berebut uang koin lemparan para pengendara jalur Pantura. Dia mengaku, keadaan yang memaksanya jadi penyapu koin.
Warga Desa Karanganyar, Subang ini tidak habis pikir dengan komentar warganet yang seperti tak punya empati. Komentar mereka seakan menyatakan semua pengangguran merupakan orang-orang malas.
"Kata orang ini ya, 'Ya sudah cari kerja saja kayak gitu.' Emang gampang di sini cari kerja? Buka usaha, emang enggak pake uang?" katanya.
Anas tidak terima dinyatakan orang malas. Dia mengaku sejak sekolah menengah sudah bekerja: mulai dari pekerja lepas di Polsek, menjadi TKI, hingga melaut. Kini, sehari-hari, dirinya berjualan tempe.
Namun demikian, penghasilannya dirasa masih kurang layak untuk kebutuhan sehari-hari. Dia ingin mempunyai penghasilan tetap perbulan seperti para karyawan perusahaan.
Masalahnya, di daerahnya hampir tidak ada pabrik. Menurut Anas, pekerjaan sebagain besar warga Desa Karanganyar merupakan petani yang notabenenya juga tidak punya penghasilan tetap.
Oleh sebab itu, dia tak heran banyak warga Desa Karanganyar yang memilih jadi penyapu koin—termasuk dirinya: bukan karena keinginan namun kebutuhan.
"Siapa sih yang mau kayak gini, enggak ada juga yang mau kayak gini. Cuma keadaan kita terpaksa, bagaimana?" jelas Anas.
BEREBUT LAPAK
Masalah struktural itu ternyata juga berimbas ke konflik horizontal. Anas menekankan Jembatan Sewo berada di Desa Karanganyar.
Meski demikian, kini dirasa terlalu banyak warga luar desa yang ikutan menjadi penyapu koin di Jembatan Sewo. Masalahnya, lanjut Anas, para pendatang itu tidak ikuti mekanisme tak tertulis yang sudah diilhami para penyapu koin asli Desa Karanganyar.
Dia menjelaskan, para penyapu koin 'asli' tidak akan langsung berebutan koin atau lembaran uang yang berada di tengah jalan. Mereka akan tunggu jalanan sepi sebelum mengambilnya.
Sebaiknya, kini kerap terjadi kecelakaan—yang menurut Anas—karena tingkah para penyapu koin 'pendatang baru' yang berebut lemparan uang tanpa menunggu jalanan sepi. Masalahnya, dia meyakini warga Desa Karanganyar yang dicap negatif.
"Ya malu lah, sudah pasti malu. Nama kampung kita sudah tercoret, sudah jelek lah. Yang lakuin bukan orang sini, tapi imbasnya ke orang sini," ucap Anas.
Tak hanya itu, semakin banyaknya pendatang baru otomatis buat penghasil mereka makin terbagi. Bahkan, penghasilan penyapu koin 'pendatang baru' tampaknya jauh lebih banyak dari penyapu koin 'asli'.
Anas menyatakan momen mudik Lebaran memang dinanti-nanti pada penyapu koin. Pada momen itu, dia bisa beli baju Lebaran hingga bagi-bagi THR kepada adik serta ponakannya.
"Kalau diibaratkan orang nanam padi, kita lagi panen. Kalau Lebaran ini kita lagi panen-panennya," kata pria yang sudah menjadi penyapu koin selama kurang lebih 10 tahun terakhir ini.
Dia menyatakan bisa mendapatkan rata-rata Rp100.000 perhari selama momen mudik Lebaran. Biasanya, jumlah tersebut didapat setelah berjaga sekitar 4 hingga 6 jam.
Sementara itu, Hasanuddin (62) merupakan warga Indramayu. Dia yang dikategorikan Anas sebagai penyapu koin pendatang baru.
Hasanuddin sehari-hari bekerja menjaga toko kelontong, namun beralih profesi penyapu koin di Jembatan Sewo menjelang Lebaran 2024. Alasannya, tentu pendapatan yang jauh lebih melimpah.
"Biasanya saya sehari dapat Rp500.000 lah, mulai dari jam 6 pagi sampai jam 5 sore. Ya, kalau setengah hari biasanya enggak full, cuma Rp270.000," ujar Hasanuddin saat ditemui Bisnis di sela-sela 'pekerjaannya', Senin (8/4/2024).
Artinya, pendapatan Hasanuddin bisa lima kali lipat dari pendapatan Anas. Bahkan, dia mengatakan para penyapu koin yang berusia lebih muda kerap punya penghasilan lebih banyak karena masih lincah dan sigap ketika sapu uang yang dilemparkan oleh para pengendara.