Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Mahal Ratifikasi Ekstradisi RI-Singapura

Ada harga mahal di balik proses ratifikasi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Singapura.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly bersama dengan Menteri Dalam Negeri Singapura K Shanmugam meneken perjanjian ekstradisi, Selasa (25/1/2022)./Sumber: Kemenkumham
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly bersama dengan Menteri Dalam Negeri Singapura K Shanmugam meneken perjanjian ekstradisi, Selasa (25/1/2022)./Sumber: Kemenkumham

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia dan Singapura telah resmi meratifikasi perjanjian ekstradisi. Ini merupakan babak baru bagi hubungan kedua negara, terkhusus bagi proses repatriasi buronan kasus korupsi atau pelaku kejahatan keuangan lainnya, yang bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun bersembunyi di Singapura.

Adapun implementasi perjanjian ekstradisi itu telah diapresiasi oleh kedua pemimpin negara. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Long pada 21 Maret 2024 lalu menelepon Presiden Joko Widodo. Ia mengungkapkan kepada Jokowi bahwa pemberlakukan perjanjian tersebut, merupakan tonggak bersejarah dalam hubungan Singapura-Indonesia.

“Perjanjian ini menandakan komitmen bersama kita untuk bekerja sama sebagai tetangga guna mencapai hasil demi kepentingan terbaik kedua negara,” demikian dilansir dari laman resmi Kementerian Luar Negeri Singapura, Rabu (27/3/2024).

PM Lee juga menegaskan bahwa Singapura akan terus bekerja sama dengan Indonesia guna mengatasi tantangan bersama dan menyatakan keyakinan bahwa hubungan bilateral akan terus menciptakan terobosan baru.

Kendati demikian, proses ratifikasi perjanjian ekstradisi tidak terjadi begitu saja. Ada harga mahal yang harus dibayar oleh pemerintah demi merepatriasi para buronan kasus kejahatan dari Singapura, yakni embel-embel tentang Defence Cooperation Agreement (DCA). 

DCA mengatur sejumlah klausul bagi kerja sama pertahanan kedua negara. Salah satunya, dalam perjanjian yang berlaku selama 25 tahun ini, disepakati penetapan akses dan penggunaan wilayah udara dan laut lndonesia untuk latihan oleh Angkatan Bersenjata Singapura.

Kesepakatan ini termasuk mengijinkan pesawat Angkatan Udara Singapura untuk melaksanakan tes kelaikan terbang, pengecekan teknis dan latihan terbang dalam wilayah udara yang disebut Daerah Alpha Satu.

Selanjutnya, mengijinkan pesawat Angkatan Udara Singapura untuk melaksanakan latihan dan pelatihan militer di wilayah udara Indonesia di Daerah Alpha Dua dan mengijinkan kapal Angkatan Laut Singapura untuk melakukan manuver laut dan latihan termasuk menembak dengan peluru tajam, bersama dengan pesawat Angkatan Udara Singapura, di wilayah udara dan perairan lndonesia pada Area Bravo.

"Angkatan Laut Singapura dengan dukungan Angkatan Udara Singapura dapat melaksanakan latihan menembak peluru kendali sampai dengan 4 kali latihan dalam setahun di Area Bravo. Angkatan Laut Singapura akan memberi informasi kepada TNI-AL apabila akan melaksanakan latihan menembak dengan peluru kendali," bunyi bagian huruf b dalam perjanjian kerja sama tersebut.

Lebih lanjut, disepakati pula bahwa Angkatan Bersenjata Singapura dapat melaksanakan latihan atau berlatih dengan Angkatan Bersenjata dari negara lain di wilayah udara Indonesia pada daerah Alpha Dua, dan di perairan dan wilayah udara Indonesia pada daerah Bravo, dengan persetujuan lndonesia.

Bisnis telah mengonfirmasi ke pihak Kementerian Luar Negeri mengenai adanya timbal balik dari implementasi perjanjian ekstradisi. Juru Bicara Kemenlu Lalu M Iqbal belum memberikan jawaban secara detail terkait isu tersebut.

Let me check ke yang menangani ya,” ujar Juru Bicara Kemlu, Lalu M Iqbal

Meski demikian, belum lama ini Kemenlu merilis pernyataan yang menekankan bahwa perjanjian tersebut sangat penting untuk meningkatkan kerja sama bilateral kedua negara. “Dalam masing-masing bidang kerja sama keamanan dan efisiensi layanan navigasi di ruang udara, kerja sama pertahanan dan penegakan hukum melalui ekstradisi.“

Dibahas Sejak Era SBY

DCA sejatinya telah dibahas sejak tahun 2007 lalu, ketika pemerintahan Presiden ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pada tanggal 27 April 2007, bertempat di Istana Tampaksiring, Bali, Indonesia, Menteri Luar Negeri Indonesia (Hasan Wirajuda) dan Menteri Luar Negeri Singapura (George Yeo) menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura yang disaksikan oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong. 

Namun perjanjian ekstradisi Indonesia – Singapura yang ditandatangani pada tahun 2007 tersebut tidak dapat diberlakukan oleh kedua negara karena Pemerintah Indonesia dan Singapura belum meratifikasi perjanjian tersebut. 

Adapun alasan kedua negara belum meratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia - Singapura tersebut adalah karena Pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat agar pengesahan perjanjian ekstradisi dilakukan secara paralel dengan pengesahan Perjanjian Kerja Sama Keamanan Indonesia – Singapura.

Sementara itu, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Periode 2004 – 2009 dalam Rapat Kerja dengan Menteri Luar Negeri pada 25 Juni 2007, justru menolak untuk mengesahkan Perjanjian Kerja Sama Keamanan yang telah ditandatangani sehingga berdampak pada proses ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia – Singapura. 

Gagal di era SBY, pemerintahan Jokowi kembali berupaya untuk menyelesaikan perjanjian tersebut. Pada 8 Oktober 2019 digelar Leaders’ Retreat Indonesia – Singapura membahas kembali tentang Persetujuan Penyesuaian Batas Wilayah Informasi Penerbangan Indonesia - Singapura dan Perjanjian Kerja Sama Keamanan. 

Leaders’ Retreat adalah pertemuan tahunan antara Presiden Indonesia dengan Perdana Menteri Singapura guna membahas kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua negara. Leaders’ Retreat dimulai pada tahun 2016 hingga saat ini. 

Untuk menindaklanjuti hasil Leaders’ Retreat 2019, Menteri Hukum dan HAM RI kemudian mengusulkan agar Perjanjian Ekstradisi yang sejak awal digabung dengan Perjanjian Kerja Sama Keamanan juga dibahas kembali dalam framework for discussion.

Upaya terakhir untuk meratifikasi kedua perjanjian tersebut terjadi dalam Leaders Retreat antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Long di Bintan, Kepulauan Riau pada Februari 2022. 

Dalam pertemuan itu, Jokowi dan PM Lee sepakat untuk kembali membahas isu-isu strategis antara dua negara tersebut, termasuk isu ekstradisi buron asal Indonesia.

Ekstradisi menjadi isu yang paling sensitif salam hubungan diplomatik kedua negara. Aparat penegak hukum di Indonesia kerap mengalami kendala karena setidaknya sebelum UU ini disahkan, Indonesia dan Singapura sama sekali tidak memiliki perjanjian ekstradisi.

Adapun DCA dan ekstradisi telah diratifikasi dengan terbitnya UU No. 3 tahun 2023 (DCA) dan Esktradisi melalui UU No. 5 tahun 2023. 

Buron Kelas Kakap BLBI

Terlepas dari polemik tentang pembahasannya, ratifikasi perjanjian ekstradisi menjadi babak baru dalam sejarah diplomasi Indonesia dengan Singapura, khusus terkait proses pengembalian buronan dari Indonesia yang lama sembunyi di negeri singa tersebut.

Indonesia sampai sekarang masih memiliki pekerjaan rumah untuk menuntaskan masalah perkara BLBI. Sebagian obligor kelas kakap BLBI diketahui memiliki aset bahkan alamat di Singapura.

Dalam catatan Bisnis, KBRI Singapura bahkan telah mengirim surat panggilan kepada 8 obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Menariknya dari 8 surat yang disampaikan, hanya 5 yang sampai ke tangan para pengemplang BLBI. Sementara 3 surat lainnya dikembalikan karena orang yang dimaksud tidak berada di alamat tersebut.

Dalam catatan Satgas, obligor BLBI yang beralamat di Singapura antara lain, AA memiliki tempat tinggal di 391A Orchad Road Tower A#24-01 Ngee Ann City, Singapore 238873. KO juga memiliki alamat di kawasan Peterson Hill, Singapura. Sementara, duo Bank Aspac yakni SH dan HH masing-masing memiliki alamat di Peninsula Plaza, North Bridge Road, Singapura dan 4 Shenton Way, SGX Centre 2, Singapura.

Repatriasi Aset 

Sejatinya, upaya untuk mengejar harta atau aset milik WNI yang berada di Singapura bukan kali ini saja terjadi. Upaya recovery asset maupun asset tracing telah dilakukan sejak medio 2016 hingga awal 2017 lalu. Salah satunya melalui program pengampunan pajak atau tax amnesty.

Sebagai penegasan dari data tax amnesty, realisasi deklarasi harta memang menunjukan hasil yang signifikan dengan total deklarasi harta mencapai Rp4.884 triliun.

Namun demikian, dari jumlah tersebut sebagian besar didominasi oleh deklarasi harta dalam negeri yang mencapai Rp3.660,7 triliun. Sedangkan deklarasi harta atau aset yang berasal dari luar negeri hanya Rp1.030,9 triliun.

Padahal kajian Kementerian Keuangan sebelum pelaksanaan program pengampunan pajak, jumlah harta terkait high net worth individual (HNWI) mencapai US$250 miliar atau jika dikalikan dengan kurs tahun sebelum tax amnesty yang berada di kisaran Rp10.000 kurang lebih nilai harta tersebut sebesar Rp2.500 triliun.

Porsi harta terkait HNWI paling besar berada di Singapura, nilai perkiraannya mencapai Rp2.000 triliun.

Dengan perkiraan harta tersebut, artinya jika dibandingkan dengan total deklarasi harta asal luar negeri hanya Rp1.030,9 triliun, saat ini masih terdapat sekitar Rp1.469,1 triliun harta WNI yang terparkir di luar negeri.

Sementara itu untuk kasus Singapura, meski tercatat sebagai negara asal deklarasi harta paling besar yakni senilai Rp766,05 triliun, apabila dibandingkan dengan total harta milik WNI yang berada di negara jiran tersebut yang diperkirakan mencapai Rp2.000 triliun, angka itu masih jauh dari kata ideal.

Artinya, jumlah harta atau aset yang belum dideklarasikan masih cukup besar yakni senilai Rp1.233,95 triliun.

Meski demikian, sampai sekarang kejelasan deklarasi harta yang senilai Rp766,05 triliun tak pernah ditelisik lebih dalam. Apakah duit itu sudah kembali ke Indonesia atau masih ‘tersimpan’ rapi di bank-bank Singapura.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper