Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyidikan Kasus LPEI Dimulai Usai Srimul Lapor ke Kejagung, KPK: Bukan Proses Kebut-kebutan

KPK mengungkap alasan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi penyaluran kredit LPEI sehari setelah laporan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kiri),  Plt Jubir KPK Ali Fikri (kanan) dalam konferensi pers penangkapan buron mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono yang menjadi tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara MA, Selasa (2/6/2020)./Dokumen KPK.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kiri), Plt Jubir KPK Ali Fikri (kanan) dalam konferensi pers penangkapan buron mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono yang menjadi tersangka dalam kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara MA, Selasa (2/6/2020)./Dokumen KPK.

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsipenyaluran kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sehari setelah laporan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati ke Kejaksaan Agung (Kejagung). 

Adapun, Sri Mulyani melaporkan kasus serupa ke Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Senin (18/3/2024). 

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyampaikan bahwa proses penegakan hukum di KPK atas kasus tersebut bukan kebut-kebutan dengan Kejagung. Dia menjelaskan bahwa pihaknya sudah menerima laporan pengaduan masyarakat terkait dengan kasus itu sejak 10 Mei 2023. 

Kemudian, KPK telah memulai penyelidikan kasus tersebut pada 13 Februari 2024 sebelum menaikkan status perkaranya ke penyidikan pada hari ini. 

"Sekali lagi ini bukan proses kebut-kebutan ya. KPK telah menerima laporan dugaan peristiwa tipikor dalam penyaluran kredit LPEI ini sejak 10 mei 2023," kata Ghufron pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Selasa (19/3/2024). 

Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan bahwa yang dilakukan lembaga antirasuah sebenarnya untuk memastikan agar tidak terjadi duplikasi penanganan perkara. 

Oleh sebab itu, Alex pun mengatakan bakal berkoordinasi dengan Kejagung untuk memproses kasus tersebut. Koordinasi itu di antaranya meliputi saling bertukar data atau temuan guna menghindari adanya tumpang tindih penanganan kasus.  

Alex menilai, KPK memiliki kewajiban untuk menyampaikan bahwa kasus yang dilaporkan Sri Mulyani itu sudah lama ditangani pihaknya.

"Waktu ada laporan bahwa Kejagung terima Kemenkeu, staf kami di Penindakan menyampaikan bahwa kami juga sedang menangani perkara itu dan siap dilakukan expose. Dari forum expose itulah disepakati dinaikkan ke tahap penyidikan tanpa menyampaikan siapa tersangkanya," tutur pimpinan KPK dua periode itu.

Di sisi lain, pihak KPK mengumumkan indikasi kerugian keuangan negara berbeda dengan pihak Kejagung. Ghufron memerinci bahwa pihaknya sudah menelaah tiga dari total enam laporan menyangkut korporasi.

Hal itu berbeda dengan pihak Kejagung yang menyebut adanya empat pihak korporasi yang terindikasi fraud. 

Ghufron menyebut total indikasi kerugian keuangan negara pada kasus LPEI yang ditangani pihaknya yakni mencapai Rp3,4 triliun. 

"Yang sudah terhitung dalam tiga korporasi sebesar Rp3,45 triliun," katanya.  

Adapun, sebelumnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati melaporkan empat debitur bermasalah yang terindikasi fraud senilai Rp2,5 triliun dalam kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). 

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan laporan ini berdasarkan dari laporan tim terpadu yang terdiri dari Jamdatun, BPKP hingga Inspektorat Keuangan di Kemenkeu. Secara terperinci, perusahaan berinisial RII diduga telah melakukan korupsi dengan nilai Rp1,8 triliun, SMR sebesar Rp216 miliar, SMU sebesar Rp144 miliar, dan PRS sebesar Rp305 miliar. 

"Jumlah keseluruhannya adalah sekitar Rp2,5 Triliun," kata ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Senin (17/3/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper