Bisnis.com, JAKARTA -- Wacana pengguliran hak angket terus mengerucut usai Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dikabarkan telah memberikan restu. Sebaliknya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus mengkonsolidasikan kekuatan, dengan menarik Partai Demokrat masuk ke dalam kabinet.
Secara historis, Partai Demokrat dan PDIP adalah rival. Rivalitas keduanya telah terjadi sejak pemerintahan Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. Perseteruan antara PDIP dan Demokrat makin kompleks karena hubungan antara Megawati dan SBY yang ditengarai tidak akur. Ada banyak upaya untuk mendamaikan dua tokoh politik tersebut, namun sampai sekarang belum berhasil.
Adapun, kehadiran Demokrat ke dalam koalisi pemerintah yang dipimpin Jokowi mengubah konstelasi, termasuk peta partai pendukung Jokowi yang setuju terhadap pelaksanaan hak angket. Dengan bergabungnya Demokrat, peta politik di internal pemerintah tidak balance. Praktis hanya tiga partai pemerintah yang mendukung hak angket yakni PDIP, PKB dan NasDem. Sementara sisanya yakni Golkar, Gerindra, PAN, dan Demokrat berada di posisi menolak hak angket.
Hak angket rencananya diajukan sebagai cara untuk menyelidiki dugaan kecurangan yang terstruktur, massif, dan sistematis, dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Pelaksanaan Pemilu 2024 memang penuh catatan. Isu tentang dugaan keberpihakan aparatur negara, politisasi bansos Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga pelanggaran etik dalam proses formal pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi pertimbangan untuk menggulirkan angket di DPR.
“Adalah salah mereka yang mengatakan bahwa kisruh pemilu itu tidak bisa diselesaikan melalui angket. Bisa dong,“ ujar cawapres nomor urut 3, Mahfud MD.
Mahfud juga mengungkapkan bahwa jika nanti dalam penyelidikan melalui angket itu ditemukan pelanggaran, misalnya, ditengarai ada cawe-cawe dari presiden, maka bisa diberikan sanksi bahkan berujung ke pemakzulan. “ "Bisa saja, bisa saja [pemakzulan]. Kan tergantung nanti rekomendasinya kan, apa saja. Nanti angket tuh menemukan ini, ini, ini, ditindaklanjuti kan. Sama saja dengan dulu Pak Harto dan sebagainya, sesudah berhenti juga jadi masalahkan.”
Baca Juga
Di sisi lain, Ketua Tim Demokrasi Keadilan (TDK) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, penekanan dari hak angket yang akan digulirkan adalah mengungkap dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) pada masa sebelum pencoblosan, saat pencoblosan, dan setelah pencoblosan.
Sementara terkait pemakzulan, menurutnya hal itu terpisah dari hak angket yang akan digulirkan di DPR RI. Hak angket hanya untuk menemukan intervensi kekuasaan atau kecurangan massif dalam pelaksanaan pemilu.
“Hak angket bukan untuk pemakzulan. Ibu Megawati juga tidak ingin pemerintahan goyah sampai 20 Oktober 2024, dan Ibu Megawati tidak memerintahkan para menteri dari PDI Perjuangan untuk mundur,” kata Todung dalam siaran resminya.
Todung juga menegaskan bahwa PDIP tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas politik dan bukan untuk memakzulkan presiden, tetapi membongkar kecurangan, kemudian mengoreksi kecurangan itu.
“Proses pemakzulan itu terpisah dengan angket yang jalan sendiri, tetapi jika bahan hasil angket menjadi bahan untuk pemakzulan itu persoalan lain. Sekarang ini hak angket tidak ada hubungannya dengan pemakzulan,” tukasnya
Komposisi di Parlemen
Adapun apabila melihat komposisi kursi per fraksi di DPR, persentase anggota parlemen dari PDIP dan tiga partai Koalisi Perubahan sudah mencapai lebih dari 50%. Total gabungan kursi yang dimiliki keempat partai mencapai 295 kursi anggota DPR. Itu setara dengan 51,3% dari total 575 kursi anggota DPR.
Dilansir dari situs resmi dpr.go.id, PDIP memiliki 128 kursi anggota DPR, Nasdem 59, PKB 58 dan PKS 50. Apabila Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan partai koalisi 03 ikut bergabung, maka keempat partai sebelumnya mendapatkan tambahan amunisi sebanyak 19 anggota DPR atau 3,3%.
Itu lebih besar dari jumlah anggota DPR koalisi pendukung 02 yang meliputi Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Total gabungan jumlah anggota fraksi mereka di Senayan mencapai 261 kursi atau 45,3%.
Merujuk pada pasal 199 Undang-undang (UU) No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau MD3, setidaknya partai politik (parpol) pro hak angket sudah memenuhi syarat pertama untuk bisa menggunakan hak angket.
Syarat pertama itu yakni diperlukan minimal 25 anggota parlemen dan lebih dari satu fraksi di DPR untuk mengajukan hak angket.
Kemudian, pengusulan hak angket harus disertai dengan dokumen yang memuat setidaknya materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan. Apabila syarat-syarat tersebut sudah terpenuhi, maka usulan hak angket bisa mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR.