Bisnis.com, JAKARTA - Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 03 Mahfud MD menegaskan penggunaan hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024 bisa berujung kepada pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mahfud menjelaskan, jika hak angket pemilu berjalan maka nantinya nasib Jokowi bergantung kepada temuan di lapangan. Meski Jokowi sudah lengser, tetapi hak angket tetap bisa berjalan.
Menurutnya, Jokowi tetap bisa diminta pertanggungjawaban meski sudah tak menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. Dia mencontohkan Presiden Soeharto yang tetap diminta diadili meski sudah lengser pada 1998.
"Bisa saja, bisa saja [pemakzulan]. Kan tergantung nanti rekomendasinya kan, apa saja. Nanti angket tuh menemukan ini, ini, ini, ditindaklanjuti kan. Sama saja dengan dulu Pak Harto dan sebagainya, sesudah berhenti juga jadi masalahkan," kata Mahfud di Bentara Budaya, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2023).
Mantan Menko Polhukam ini mencontohkan salah satu kebijakan pemerintah Jokowi yang bisa dipermasalahkan dalam hal angket pemilu nantinya yaitu anggaran bantuan sosial (bansos).
Mahfud menjelaskan, UU APBN Tahun Anggaran 2024 sudah disahkan pada 16 Oktober 2023 namun pada Desember 2023 ada perintah tambahan anggaran bansos tanpa mengubah UU APBN 2024.
Baca Juga
"Itu [penambahan anggaran bansos] bisa diangket. Uangnya dari mana? Ngalihkannya dari mana, ada lagi istilah bansos hibah. Bansos hibah tuh dari siapa? Itu harus dicatat kalau negara yang membagikan. Kalo ndak, wah timbul pertanyaan. Nah angket tuh seperti itu, kalau melanggar UU tentu ada akibat hukum," jelasnya.
Dia mengakui, pelaksanaan hak angket bisa berlarut-larut. Bahkan, lanjutnya, sangat mungkin tidak selesai pada tahun ini.
Meski demikian, dia menegaskan waktu seharusnya tidak menjadi masalah sebab menyangkut kebijakan anggaran yang sangat krusial untuk masa depan Indonesia.