Bisnis.com, JAKARTA -- Koalisi pendukung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD masih gamang menyikapi pengguliran hak angket Pemilu 2024. Di koalisi ini, hanya PDIP Perjuangan (PDIP) yang berteriak kencang tentang hak angket, itupun belum disuarakan oleh elitenya. Megawati dan Puan Maharani belum berkomentar soal hal tersebut.
Sementara itu, PPP yang merupakan satu-satunya partai politik parlemen selain PDIP di koalisi Ganjar-Mahfud, belum memberikan sikap tegas apakah mendukung atau menolak wacana bergulirnya hak angket Pemilu 2024 di DPR.
Sebaliknya, pendukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yakni NasDem, PKB dan Partai Keadilan Sejahtera lebih maju selangkah. Mereka telah memastikan mendukung pengguliran hak angket. Koalisi AMIN tinggal menunggu sikap resmi PDIP yang sejak awal koar-koar untuk mendorong penyelidikan menyeluruh terhadap indikasi kecurangan Pemilu 2024.
Hak angket merupakan hak konstitusional yang diberikan kepada DPR untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah. Syarat pelaksanaan hak angket adalah diusulkan oleh 25 anggota dan lebih dari 1 fraksi serta mendapat persetujuan dari 50% anggota yang hadir di paripurna.
Wacana hak angket dalam Pemilu sejatinya pernah digulirkan pada tahun 2009. Waktu itu, hak angket menjadi jalan bagi parlemen untuk menyelidiki kesemrawutan data daftar pemilih tetap alias DPT. Pemilu 2009 dimenangkan oleh Partai Demokrat dengan suara di kisaran 20%.
Pada masa 2004-2014, hak angket memang menjadi senjata bagi parlemen untuk mengontrol jalannya pemerintahan. Parlemen yang dalam konsep presidensial berperan sebagai oposisi pemerintah, berulangkali menggunakan kewenangan yang diberikan konstitusi tersebut untuk menyelidiki sejumlah isu mulai dari soal beras, kenaikan BBM, Pemilu, hingga skandal Bank Century yang fenomenal.
Baca Juga
Namun setelah Jokowi memimpin, DPR hanya menggunakan hak angketnya satu kali itupun dalam kasus terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hak angket pada era Jokowi justru terjadi ketika KPK sedang mengusut kasus yang menjerat Ketua DPR waktu itu, Setya Novanto.
Lalu Bagaimana dengan Pemilu 2024?
Saat ini ada empat partai politik yang mendukung digulirkannya hak angket di DPR. Keempat partai itu PDIP, NasDem, PKS dan PKB. Kalau memang jadi, jumlah kursi keempat partai ini lebih dari 50 persen dari total keseluruhan kursi di parlemen.
Sementara itu PPP, seperti yang disebutkan di atas, masih gamang dan belum menentukan sikap terkait hak angket. PPP bahkan menegaskan belum akan menentukan sikap dalam waktu dekat.
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi alias Awiek menjelaskan pihaknya masih sibuk mengawal penghitungan suara yang masih berlangsung di tingkat kecamatan. Oleh sebab itu, PPP belum serius menanggapi wacana penggunaan hak angket DPR.
"Kita belum fokus ke sana [hak angket]. Fokus kita mengawal rekapitulasi suara karena kita ingin lolos parlemen," ujar Awiek kepada Bisnis, Minggu (25/2/2024).
Lagi pula, lanjutnya, DPR masih dalam masa reses alias istirahat. Maka dari itu, sebelum DPR kembali masuk masa sidang pada 5 Maret 2024, PPP belum akan mengambil sikap.
Di samping itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR ini menyatakan pihaknya juga tidak akan tinggal diam apabila menemukan indikasi adanya kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Ya tentu kalau pun ada kecurangan, bukti-bukti, data-data kita kumpulkan. Sedang kita kaji," kata Awiek.
Di sisi lain, Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, mengklaim partai politik pendukung pasangan calon Ganjar Pranowo-Mahfud Md masih solid meski Partai Persatuan Pembangunan (PPP) belum tentukan sikap.
Chico menyatakan para partai politik pendukung Ganjar-Mahfud yaitu PDI Perjuangan (PDIP), PPP, Partai Hanura, Partai Perindo masih kompak dalam setiap isu, termasuk penggunaan hak angket DPR untuk investigasi dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Selama ini komunikasi di TPN sangat baik terkait dengan untuk menggulirkan hak angket. Sampai saat ini solid semua, termasuk PPP juga," jelas Chico saat dikonfirmasi, Minggu (25/2/2024).
Menurutnya, sudah ada kesepakatan antara keempat partai untuk menggulirkan hak angket DPR bahkan juga sengketa hasil Pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ini menjadi satu kesatuan antara hak angket dan juga jalur-jalur yang terkait dengan UU Pemilu seperti melalui Bawaslu dan MK," katanya.
Tak Ada Urgensi
Sementara itu, Partai Demokrat sebagai pengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sekaligus partai baru pendukung Joko Widodo (Jokowi), menganggap tidak ada urgensi untuk menggulirkan hak angket.
Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY, mengaku lebih tertarik untuk mendorong terjadinya rekonsiliasi bangsa pasca-Pemilu 2024 ketimbang wacana penggunaan hak angket yang menurutnya tidak memiliki urgensi saat ini.
AHY mengemukakan hal itu saat menjawab pandangannya soal wacana penggunaan hak angket oleh segelintir partai politik di DPR RI.
Dia memandang tidak ada urgensi untuk penggunaan hak angket saat ini. Bukan hanya karena Demokrat menjadi bagian dari pemerintahan saat ini, melainkan dia melihat bahwa penghitungan suara pemilu meskipun saat ini masih berlangsung, harus dihormati.
Meski demikian, dia menyatakan menghormati partai dan tokoh mana pun di negeri ini yang ingin menggunakan hak konstitusionalnya.
"Kami dari Demokrat secara tegas menyatakan kami tidak melihat ada kepentingan itu [hak angket]. Kami ingin Indonesia tidak terlalu dalam terjebak pasca-Pemilu 2024, dalam urusan-urusan yang juga tidak produktif bagi pembangunan bangsa," ucap AHY.