Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) bakal menolak gugatan praperadilan eks Wamenkumham Edward Omar Sharief Hiariej atau Eddy Hiariej.
Kabag Pemberitaan KPK, Alif Fikri mengatakan alasan sikap optimistis itu berasal dari dalil yang diajukan Eddy sama dengan perkara yang telah ditangani KPK dan telah ditolak oleh hakim.
"Iya tentu kami optimistis permohonan tersebut akan ditolak hakim," ujar Ali kepada wartawan, Selasa (30/1/2024).
Lebih lanjut, Ali juga menuturkan bahwa pihaknya telah melakukan proses penyidikan hingga menetapkan Eddy sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Jadi memang tidak ada alasan baru dari para pemohon praperadilan sehingga hampir semuanya ditolak hakim," pungkasnya.
Sebagai informasi, PN Jaksel bakal menggelar sidang putusan gugatan praperadilan Eddy Hiariej pada hari ini Selasa (30/1/2024) sore.
Baca Juga
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana, Yosie Andika Mulyadi, serta Helmut Hermawan sebagai tersangka kasus suap. Eddy juga diduga menerima gratifikasi miliaran rupiah.
KPK menduga Eddy menerima suap Rp4 miliar terkait dengan pemberian bantuan konsultasi hukum mengenai administrasi hukum umum untuk PT CLM. Perusahaan itu bergerak di bidang pertambangan bijih nikel di Luwu Timur yang pada 2019 hingga 2022 mengalami perselisihan secara internal.
Uang suap itu diduga diberikan oleh Helmut melalui transfer rekening asisten pribadi Eddy Hiariej yakni Yogi Arie Rukmana, dan advokat Yosie Andika Mulyadi.
Selain konsultasi administrasi hukum umum PT CLM, Eddy turut diduga membantu Helmut untuk membuka blokir hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan tersebut pada Sistem Administrasi Bantuan Hukum (SABH).
Di luar pengurusan administrasi bantuan hukum PT CLM, profesor di bidang hukum itu diduga berjanji untuk menghentikan penyidikan terhadap Helmut di Bareskrim Polri melalui surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, dengan penyerahan uang sekitar Rp3 miliar.
Tidak hanya itu, Helmut diduga memberikan uang senilai Rp1 miliar kepada Eddy untuk pencalonan sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti). Dengan demikian, KPK menduga sejauh ini terdapat total Rp8 miliar aliran dana yang diterima Eddy.