Bisnis.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan permohonan gugatan praperadilan eks Wamenkumham Edward Omar Sharief Hiariej atau Eddy Hiariej.
Hakim tunggal PN Jaksel, Estiono menolak eksepsi dari termohon atau dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Mengadili, dalam eksepsi menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima seluruhnya," ujar Estiono dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (30/1/2024).
Hakim Estiono kemudian memutuskan, permohonan gugatan praperadilan yang teregister 2/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL dari Eddy Hiariej dinyatakan diterima.
"[Penetapan tersangka] terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menghukum termohon membayar biaya perkara," imbuhnya.
Sebagai informasi, KPK menetapkan Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana, Yosie Andika Mulyadi, serta Helmut Hermawan sebagai tersangka kasus suap. Eddy juga diduga menerima gratifikasi miliaran rupiah pada Kamis (7/12/2023).
KPK menduga Eddy menerima suap Rp4 miliar terkait dengan pemberian bantuan konsultasi hukum mengenai administrasi hukum umum untuk PT CLM.
Uang suap itu diduga diberikan oleh Helmut selaku eks dirut PT CLM melalui transfer rekening asisten pribadi Eddy Hiariej yakni Yogi Arie Rukmana, dan advokat Yosie Andika Mulyadi.
Selain konsultasi administrasi hukum umum PT CLM, Eddy turut diduga membantu Helmut untuk membuka blokir hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan tersebut pada Sistem Administrasi Bantuan Hukum (SABH).
Di luar pengurusan administrasi bantuan hukum PT CLM, profesor di bidang hukum itu diduga berjanji untuk menghentikan penyidikan terhadap Helmut di Bareskrim Polri melalui surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, dengan penyerahan uang sekitar Rp3 miliar.
Bahkan, Helmut diduga memberikan uang senilai Rp1 miliar kepada Eddy untuk pencalonan sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti). Dengan demikian, KPK menduga sejauh ini terdapat total Rp8 miliar aliran dana yang diterima Eddy.