Ganjar-Mahfud Tawarkan Kemudahan dalam Urusan Pajak, Bukan Berburu Ugal-Ugalan

Pasangan calon (paslon) presiden – wakil presiden Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menyatakan masyarakat sangat sensitif terhadap isu pajak
Bakal calon presiden Ganjar Pranowo (kanan) didampingi bakal calon wakil presiden Mahfud MD (kiri) bersama para pendukungnya tiba di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (19/10/2023). Pasangan bakal capres dan bakal cawapres yang diusung koalisi PDIP, PPP, Perindo, dan Hanura tersebut mendaftarkan diri mereka sebagai peserta dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
Bakal calon presiden Ganjar Pranowo (kanan) didampingi bakal calon wakil presiden Mahfud MD (kiri) bersama para pendukungnya tiba di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (19/10/2023). Pasangan bakal capres dan bakal cawapres yang diusung koalisi PDIP, PPP, Perindo, dan Hanura tersebut mendaftarkan diri mereka sebagai peserta dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.

Bisnis.com, JAKARTA -- Pasangan calon (paslon) presiden – wakil presiden Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menyatakan masyarakat sangat sensitif terhadap isu pajak. Untuk itu, paslon dengan nomor urut 3 ini lebih memilih menawarkan kemudahan dibandingkan mengejar tax ratio dengan target tidak masuk akal. 

Dalam debat Calon Wakil Presiden 24 Desember 2023 lalu, Mahfud MD mengingatkan tax ratio hingga 23% adalah target yang tidak masuk akal. Selain nilainya naik mencapai 119% dari realisasi saat ini yang berkisar 10,5%, jumlah tax ratio ini setara dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari 10%. 

"Tax ratio dinaikkan jadi 23%, dalam simulasi kami angka hampir tidak masuk akal. Pertumbuhan ekonomi bisa 10%. Sekarang pertumbuhan ekonomi 5%-6%," kata Mahfud.  

Sementara dalam diskusi bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Calon Presiden Nomor Urut 3 Ganjar Pranowo mengingatkan pajak tidak seharusnya menjadi pemberat dunia usaha. Menurutnya kenaikkan rasio pajak membuat dunia usaha risau karena menjadi objek berkali-kali.

Optimalisasi pajak seharusnya dilakukan dengan mengandalkan digitalisasi dengan menyasar warga negara yang belum membayar pajak. Selama ini peningkatan rasio dirasakan mengejar pelaku usaha yang sudah ada. Lainnya peningkatan penerimaan dilakukan dengan membentuk lembaga penerimaan di bawah presiden.  

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah mengatakan menaikkan rasio pajak dengan target yang tinggi bukan perkara mudah. Pieter menyebut dengan periode kepemimpinan 5 tahun, maka target rasio pajak 15% saja akan sangat penuh tantangan. 

“Harus ada hitung-hitungan yang jelas. Tidak asal taruh angka,” kata Piter. 

Rasio pajak sendiri adalah pembagian Produk Domestik Bruto (PDB). Seiring semakin besar PDB suatu negara, saat rasio pajaknya tidak otomatis naik namun penerimaan tetap akan tumbuh. 

“Sebenarnya bukan angkanya yang membuat target itu disebut realistis atau tidak realistis. Tetapi bagaimana mencapainya, yang membuat target itu disebut realistis atau tidak,” kata Piter menegaskan.

Piter juga secara terbuka mengimbau pasangan Capres-Cawapres agar menjabarkan dan menjelaskan secara rinci program-program yang ditawarkan kepada masyarakat. Baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya. 

“Jangan hanya di permukaan saja, lalu tidak bisa dijabarkan ketika ditanya lawan debat. Harus digali lebih jauh. Sepanjang pasangan Capres-Cawapres bisa menjelaskan semua target-target, masyarakat akan menilai dari penjelasan apakah target-target itu menjadi realistis atau tidak,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper