Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej resmi mencabut permohonan praperadilannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Hal itu dikonfirmasi oleh Juru Bicara PN Jakarta Selatan Djuyamto, Rabu (20/12/2023). Pihak termohon yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga disebut tidak keberatan dengan pencabutan praperadilan Eddy Hiariej.
"Detailnya pemohon ajukan pencabutan, dan termohon tidak keberatan dengan pencabutan tersebut," ujar Djuyamto kepada Bisnis, Rabu (20/12/2023).
Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan hari ini, status dari permohonan praperadilan Eddy Hiariej juga sudah dicabut per hari ini.
"Status putusan: Dicabut. Amar Putusan: Mengabulkan pencabutan permohonan praperadilan," demikian dikutip Bisnis.
Untuk diketahui, pemohon praperadilan terhadap KPK dalam perkara no.134/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL itu yakni Eddy Hiariej, asistennya yakni Yogi Arie Rukmana, dan advokat Yosie Andika Mulyadi.
Baca Juga
Ketiganya ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka suap terkait dengan pengurusan administrasi hukum umum di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Satu tersangka lain yakni mantan Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan kini sudah ditahan oleh penyidik KPK.
Sebelumnya, permohonan praperadilan dari Eddy Hiariej cs meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan penetapan tersangka dari KPK itu tanpa prosedur dan bertentangan dengan hukum.
Majelis Hakim juga diminta untuk menyatakan tidak sah atas surat perintah penyidikan (sprindik) atas kasus dimaksud serta pemblokira, penggeledahan, bepergian ke luar negeri, dan penyitaan.
"Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan seluruh rangkaian pennyidikan yang didasarkan pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik./147/DIK.00/11/2023 Tanggal 24 November 2023," demikian bunyi petitum.
Adapun KPK menetapkan Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana, Yosie Andika Mulyadi, serta Helmut Hermawan sebagai tersangka kasus suap. Eddy juga diduga menerima gratifikasi miliaran rupiah.
KPK menduga Eddy menerima suap Rp4 miliar terkait dengan pemberian bantuan konsultasi hukum mengenai administrasi hukum umum untuk PT CLM. Perusahaan itu bergerak di bidang pertambangan bijih nikel di Luwu Timur yang pada 2019 hingga 2022 mengalami perselisihan secara internal.
Uang suap itu diduga diberikan oleh Helmut melalui transfer rekening asisten pribadi Eddy Hiariej yakni Yogi Arie Rukmana, dan advokat Yosie Andika Mulyadi.
Selain konsultasi administrasi hukum umum PT CLM, Eddy turut diduga membantu Helmut untuk membuka blokir hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan tersebut pada Sistem Administrasi Bantuan Hukum (SABH).
Di luar pengurusan administrasi bantuan hukum PT CLM, profesor di bidang hukum itu diduga berjanji untuk menghentikan penyidikan terhadap Helmut di Bareskrim Polri melalui surat perintah penghentian penyidikan atau SP3, dengan penyerahan uang sekitar Rp3 miliar.
Tidak hanya itu, Helmut diduga memberikan uang senilai Rp1 miliar kepada Eddy untuk pencalonan sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti). Dengan demikian, KPK menduga sejauh ini terdapat total Rp8 miliar aliran dana yang diterima Eddy.
"KPK menjadikan pemberian uang sejumlah sekitar Rp8 Miliar dari HH [Helmut] pada EOSH [Eddy] melalui YAR [Yogi] dan YAN [Yosie] sebagai bukti permulaan awal untuk terus ditelusurii dan didalami hingga dikembangkan," terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers, Kamis (7/12/2023).