Bisnis.com, SOLO - Anies Baswedan menjadi salah satu Capres yang cukup vokal menolak program Jokowi, IKN alias Ibu Kota Nusantara.
Capres nomor urut 1 tersebut mengatakan bahwa IKN dapat memperburuk kesenjangan yang sudah mendalam di Indonesia.
Alih-alih sepakat pada IKN, Anies memiliki programnya sendiri yakni pengembangan desa dan membuat kota kecil menjadi menengah dan kota menengah menjadi kota besar di Indonesia agar tak terlalu ada kesenjangan.
“Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah pemerataan pertumbuhan, dimana pembangunan dilakukan tidak hanya di satu lokasi, tapi di banyak lokasi. Jangan sampai kita membangun hanya di satu lokasi, malah menimbulkan ketimpangan baru,” ujarnya.
“Kami sedang menyiapkan struktur program untuk bisa mendorong desa untuk lebih berkembang, kota kecil menjadi menengah, dan kota menengah menjadi besar di seluruh Indonesia,” tambah Anies.
Di sisi lain, Jokowi masih sangat optimistis dengan salah satu proyeknya ini. Pada beberapa kesempatan, orang no.1 di Indonesia tersebut mengatakan bahwa pemerintah selanjutnya wajib meneruskan pembangunan yang sudah dimulai di eranya.
Baca Juga
Akan tetapi menurut D. Nicky Fahrizal, peneliti di Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, ada beberapa cara agar undang-undang tersebut masih bisa direvisi oleh pemimpin lain.
Dilansir dari SCMP, beberapa syarat tersebut antara lain dengan memeroleh mayoritas kursi di parlemen dan mengeluarkan undang-undang tersebut.
Di sisi lain, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebutkan jika proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur telah diatur dalam undang-undang.
Oleh karenanya, siapa pun yang kelak menjadi pemimpin pemerintahan, wajib untuk melanjutukan proyek tersebut.
“Karena itu perintah undang-undang, maka wajib, pemerintah siapa pun wajib melaksanakan," kata Bahlil di acara peresmian Media Center Indonesia Maju di kawasan Menteng, Jakarta, Senin (4/12/2023),