Di sisi lain, Satuan Tugas Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) mengumumkan informasi terkini terkait dengan penanganan transaksi mencurigakan dengan total Rp349 triliun terkait dengan bea cukai dan pajak.
Transaksi mencurigakan itu berdasarkan 300 surat LHA/LHP Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Adapun nilai transaksi terbesar dari 300 surat PPATAK itu mengenai transaksi sebesar Rp189 triliun mengenai impor emas.
Penyidik Ditjen Bea Cukai meyakini telah memperoleh bukti permulaan terjadinya tindak pidana kepabeanan dalam penanganan surat yang dikirimkan PPATK Nomor SR-205/2020 dengan nilai transaksi mencurigakan Rp189 triliun.
Penyidik telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan No.07 tanggal 19 Oktober 2023 dengan dugaan pelanggaran UU Kepabeanan dan UU TPPU, serta telah menyampaikan Surat Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Bidang Pidsus Kejaksaan Agung (Kejagung).
Transaksi emas dalam periode tahun 2017 sampai dengan 2019 itu melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan grup SB yang bekerjasama dengan perusahaan di luar negeri. Ditemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan Pajak Penghasilan atau PPH Pasal 22 atas emas batangan ex impor seberat 3,5 ton.
"Modus kejahatan yang dilakukan adalah mengondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah menjadi perhiasan dan seluruhnya telah diekspor. Padahal. berdasarkan data yang diperoleh, emas batangan seberat 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri. Dengan demikian Group SB telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPH Pasal 22," terang Menko Polhukam Mahfud MD pada konferensi pers, Rabu (1/11/2023).
Baca Juga
Sementara itu, Ditjen Pajak juga memperoleh dokumen perjanjian tentang pengolahan anoda logam/ore dari Antam ke Loco Montrado pada 2017.
Perjanjian itu diduga oleh penyidik sebagai kedok untuk melakukan ekspor barang yang tidak benar. Saat ini masih ditelusuri jumlah pengiriman anoda logam dan pengiriman hasil olahan berupa emas antara kedua perusahaan itu guna memastikan nilai transaksi yang sebenarnya.
Ditjen Pajak memperoleh data bahwa Group SB melaporkan SPT secara tidak benar. Oleh karena itu, Ditjen Pajak Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Sprin Bukper tanggal 14 Juni 2023 terhadap empat Wajib Pajak Group SB.
"Data sementara yang diperoleh, terdapat pajak kurang bayar beserta denda yang diperkirakan mencapai ratusan milyar rupiah untuk Group SB," terang Mahfud.
PPATK juga telah menyerahkan data tambahan transaksi keuangan mencurigakan yang berasal dari puluhan rekening grup SB kepada Ditjen Pajak untuk dilakukan analisis kebenaran pelaporan pajaknya.