Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyatakan bahwa Indonesia sejauh ini sudah melakukan kontribusi untuk ketegangan di Afghanistan.
Dia mengatakan bahwa situasi di Afghanistan sangat mengkhawatirkan. Perempuan terus mengalami pembatasan akibat kebijakan dari Taliban.
"Sebanyak 80 persen anak perempuan usia sekolah tidak dapat bersekolah. Perempuan juga dilarang bekerja untuk PBB dan juga NGO internasional," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (20/9/2023).
Menurutnya, situasi tersebut tentunya akan mempersulit pengiriman bantuan kemanusiaan ke Afghanistan yang biasanya melibatkan perempuan.
"Data UNDP memperkirakan, pembatasan akses pekerjaan bagi perempuan menyebabkan Afghanistan kehilangan US$1 miliar dari PDB-nya atau sekitar 7 persen," ujarnya.
Retno mengatakan bahwa Afghanistan saat ini juga sedang menghadapi Endemi Polio yang juga akan memberikan tambahan beban bagi perempuan.
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa dalam side event rangkaian Sidang Majelis Umum ke-78 PBB, digelar untuk mendorong solidaritas global terhadap perempuan Afghanistan.
"Di dalam pertemuan tadi, yang saya sampaikan antara lain bahwa solidaritas global terhadap perempuan Afghanistan harus diwujudkan dalam aksi konkret. Saya tekankan aksi konkretnya, dan politik tidak boleh menghalangi bantuan bagi rakyat Afghanistan," ucapnya.
Lebih lanjut, tiga kontibusi Indonesia untuk mengatasi ketegangan di Afghanistan. Pertama, terkait bantuan kemanusiaan.
Dia mengatakan selain bantuan yang sudah diberikan Indonesia pada tahap awal, Indonesia sebagai tambahannya akan mengirim 10 juta dosis vaksin polio ke Afghanistan.
"Jadi karena mereka menghadapi Endemic Polio maka diperlukan tambahan vaksin polio dan kita sudah sepakat, sudah memutuskan, untuk mengirim 10 juta dosis vaksin polio dan ini kita lakukan bekerja sama dengan UNICEF dan vaksin ini diproduksi oleh Biofarma," katanya.
Kedua, kontribusi Indonesia yaitu mengenai pendidikan terhadap perempuan Afghanistan, dengan memberikan beasiswa, dan pelatihan kepada perempuan Afghanistan.
"Tahun lalu, kita bersama Qatar menyelenggarakan International Conference on Afghan Women Education (ICAWE) di Bali, dan tahun ini bulan November kita akan menyelenggarakan untuk kedua kalinya konferensi ini, dan dari konferensi di Bali sebenarnya dukungan terhadap Pendidikan bagi kaum perempuan Afghanistan cukup tinggi," ujarnya.
Menurutnya, masalah memang terkait dengan implementasi dukungan dan komitmen tersebut karena menghadapi kesulitan adanya policy yang menghambat akses perempuan terhadap pendidikan.
Ketiga, kontribusi Indonesia yang terkait dengan ulama. Selama ini Indonesia sangat aktif melakukan komunikasi antar ulama.
"Kita berbagi best practices kepada ulama-ulama Afghanistan tentang pendidikan inklusif bagi perempuan, dan baru-baru ini, ulama Indonesia menjadi bagian dari ulama OKI yang berkunjung ke Afghanistan, dan semua upaya ini dilakukan Indonesia karena kita ingin melihat Afghanistan damai dan makmur," lanjutnya.
Retno menekankan bahwa politik tidak boleh menjadi penghalang, karena di atas politik ada kemanusiaan, dan tentu harus mementingkan kemanusiaan.
"Kontribusi Indonesia terhadap isu Afghanistan ini sangat diapresiasi oleh dunia, termasuk para perempuan Afghanistan, karena mereka menilai bahwa Indonesia merupakan contoh yang baik bagi sebuah negara muslim, gender equality berjalan baik, dan di mana perempuan mendapat akses pendidikan yang sama dengan laki-laki," tambahnya.