Seorang Profesor Studi China di Universitas Yonsei di Seoul, Korea Selatan John Delury mengatakan bahwa pasti banyak yang mempertanyakan Kim Jong-un lebih memilih mengunjungi Vladivostok dan bukannya Beijing dalam perjalanan pertama ke luar sejak sebelum pandemi Covid-19.
"Selama Perang Dingin, kakek Kim (Kim Il-sung) secara halus dan efektif memainkan kesombongan dan kecemasan Beijing dan Moskow, yang terkunci dalam persaingan untuk mendominasi blok sosialis. Dalam lingkungan Perang Dingin yang baru ini, kita tidak boleh mengabaikan kemungkinan bahwa orang China sedikit jengkel melihat Kim memilih Putin daripada mereka," ujarnya.
Beberapa akademisi China yang diminta untuk mengomentari pertemuan itu menolak berkomentar dengan mengatakan bahwa masalah ini terlalu sensitif.
Beberapa laporan di media pemerintah China hanya merujuk pada pernyataan resmi dari Rusia dan Korea Utara mengenai pertemuan tersebut.
Seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul Leif-Eric Easley mengatakan bahwa dia tidak terkejut bahwa Kim Jong-un memilih Rusia sebagai tujuan pertama ke luar negeri, pasca-pandemi mengingat minat pemimpin Korea Utara untuk mengeksploitasi geopolitik Perang Dingin yang baru.
Baca Juga
Meski begitu, menurut analis, ketegangan masih ada di antara Korea Utara, China, dan Rusia, dan hal itu dapat membatasi kerja sama dalam berbagai hal seperti latihan militer bersama atau transfer teknologi militer yang sensitif.
"Putin tidak mungkin memberi Kim Jong-un teknologi untuk membuat miniatur perangkat nuklir atau mendorong kapal selam bertenaga nuklir bahkan mesin perang yang putus asa pun tidak akan menukar permata mahkota militernya dengan amunisi yang sudah usang dan bodoh," kata Easley.
Dia mengatakan bahwa kepercayaan sangat rendah di antara Rusia, Korea Utara, dan China, sehingga aliansi nyata di antara ketiganya tidak dapat dipercaya atau berkelanjutan.