Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. (ANTM) atau Antam Arie Prabowo Ariotedjo, yang juga merupakan ayah dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo, hari ini dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi.
Pemanggilan Arie Ariotedjo hari ini terkait dengan penyidikan kasus korupsi pengolahan anoda logam di Antam dan PT Loco Montrado pada 2017.
Seperti diketahui, Arie sebelumnya merupakan Dirut Antam periode 2017-2019. Dia dicopot oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada Desember 2019.
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jl Kuningan Persada Kav.4, Setiabudi, Jakarta Selatan, atas nama Arie Prabowo Ariotedjo, Direktur Utama PT Aneka Tambang [Persero] Tbk. [2017 - 2019]," terang Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (6/6/2023).
Selain Arie, beberapa mantan pejabat BUMN pertambangan tersebut turut dijadwalkan untuk menghadiri pemeriksaan saksi hari ini. Misalnya, Dirut Antam periode 2015-2017 Tedy Badrujaman.
Kemudian, mantan Treasury, Tax, and Insurance Division Head PT Antam 2001-2013 Tuhiyat juga dipanggil hari ini. Tuhiyat saat ini menjabat sebagai Dirut PT MRT Jakarta (Perseroda).
Baca Juga
Terdapat tujuh saksi yang hari ini dipanggil penyidik KPK terkait dengan kasus anoda logam Antam selain Arie. Mereka adalah Refining Manager UBPP LM Antam 2017 Helminton Jaharjo Sitanggang, Research, Business and Development (RBD) Manager Ilham Siregar Iskandar, Legal and Compliance Junior Specialist Robby Tejamukti Kusuma, serta Project Management Office Engineer Antam atau Silver Refinery Assistant Manager UBPP LM Antam 2014-2018 Adrian Pratama.
Untuk diketahui, saat ini telah menetapkan dua tersangka. Pertama, General Manager (GM) Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulai Antam Dodi Martimbang.
Kemudian, baru-baru ini KPK kembali menetapkan Siman Bahar, selaku Dirut PT Loco Montrado sebagai tersangka. Sebelumnya, Siman sempat memenangkan praperadilan.
Berdasarkan konstruksi perkara Dodi Martimbang, KPK menduga perbuatan tersangka itu sebagaimana penghitungan BPK mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah Rp100,7 miliar.