Bisnis.com, JAKARTA - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengatakan pihaknya ingin memperbarui proses internal untuk mempercepat persetujuan ekspor senjata militer asing senilai puluhan miliar yang diawasinya setiap tahun.
Langkah itu dilakukan karena proses mendapatkan senjata dari tangan sekutu AS untuk bantuan perang di Ukraina terlalu lambat, sementara sangat diperlukan cepat untuk melawan ancaman dari Rusia dan China.
"Waktunya telah tiba untuk menilai kembali dan mengadaptasi kerja sama keamanan untuk menghadapi tantangan baru yang muncul," kata pihak Departemen Luar Negeri AS, seperti dilansir dari CNA, pada Jumat (19/5/2023).
Persaingan dengan China dan perang Rusia di Ukraina adalah faktor yang menyebabkan rencana 10 poin untuk kembali ke pengawasan departemen penjualan senjata militer asing.
Rencana tersebut mengikuti tinjauan internal dari Departemen Luar Negeri, melibatkan keputusan untuk pembelian potensial sekutu pada masa depan dan memulai proses pengambilan keputusan lebih awal untuk permintaan senjata sekutu.
Industri persenjataan militer AS telah lama berharap bahwa Departemen Luar Negeri akan mengantisipasi permintaan sekutu untuk senjata militer, daripada memulai peninjauannya hanya setelah permintaan resmi masuk untuk dibuat sistem senjata.
Baca Juga
Adapun item lain dalam rencana tersebut termasuk lebih banyak pelatihan untuk militer yang ditempatkan di kedutaan, merupakan garis depan proses Foreign Military Sales (FMS).
Penjualan senjata militer asing yang diatur melalui pemerintah AS naik 49,1 persen menjadi US$51,9 miliar atau Rp775 triliun pada 2022 dari US$34,8 miliar atau Rp519,7 triliun pada tahun sebelumnya.
Departemen Luar Negeri mengatakan bahwa Pentagon melakukan tinjauan paralel terhadap mekanisme implementasi FMS-nya sendiri.
Perlu diketahui, terdapat dua cara utama pemerintah asing membeli senjata dari perusahaan AS, cara pertama yaitu, penjualan komersial langsung yang dinegosiasikan antara pemerintah dan perusahaan.
Cara kedua, penjualan militer asing, pemerintah asing biasanya menghubungi pejabat Departemen Pertahanan di kedutaan AS di Ibu Kota. Keduanya membutuhkan persetujuan pemerintah AS.