Proses Koalisi Besar
Pada 2 April 2023, Jokowi bertemu dengan para pemimpin KIB dan KKIR di Jakarta. Pada pertemuan itu, Megawati absen.
Sementara, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, partai parlemen terbesar keempat di parlemen, juga tidak hadir.
Diketahui, bahwa NasDem berada dalam koalisi pemerintahan saat ini, namun telah mendukung Baswedan, mantan Gubernur Jakarta sebagai calon presidennya, yang berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Partai Demokrat dan PKS adalah partai oposisi, dan langkah NasDem untuk mencalonkan Baswedan sebagai calon presidennya dianggap sebagai keputusan yang tidak didukung oleh Jokowi.
Pertemuan antara KIB, KKIR dan Jokowi terjadi hanya beberapa hari setelah badan sepak bola FIFA mencabut hak Indonesia untuk menggelar Piala Dunia U-20 tahun ini.
Keputusan itu muncul setelah beberapa protes termasuk oleh dua gubernur dari PDI-P, yaitu Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster, yang tidak ingin Israel berpartisipasi dalam acara tersebut. Mereka berpendapat bahwa Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel karena mendukung Palestina.
Kegagalan menjadi tuan rumah turnamen umumnya ditudingkan pada PDI-P, dan Jokowi terang-terangan mengungkapkan kekecewaannya karena tidak bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20.
Pengamat politik saat itu mengatakan bahwa episode tersebut mungkin telah merenggangkan hubungan Jokowi dengan orang lain di PDIP. Seperti diketahui, Jokowi adalah kader parpol itu.
Seusai pertemuan, Subianto dari Gerindra mengatakan partai-partai di koalisi KIB maupun di KKIR memiliki visi yang sama. Dia menambahkan, mereka mendukung Jokowi.
“Ya, kami memiliki (visi yang sama). Ternyata kita punya, jadi kita merasa berada di frekuensi yang sama, kita punya kecocokan,” kata Subianto.
Menanggapi pertanyaan wartawan tentang apakah KIB dan KKIR cocok dalam hal kerja sama, Jokowi menjawab: “Saya hanya mengatakan mereka cocok. Terserah pimpinan partai atau aliansi partai.”
“Demi kebaikan negara, kebaikan bangsa, kebaikan rakyat, akan lebih baik jika hal-hal itu bisa didiskusikan,” ujarnya.
Analis politik Ray Rangkuti dari Lingkar Madani yang berbasis di Jakarta percaya mungkin ada upaya untuk membentuk koalisi besar.
“Saya kira ada upaya untuk membentuk koalisi besar. Tapi tentu saja tidak mudah, dan perkembangannya berubah dari hari ke hari, minggu ke minggu.
"Tapi bukan berarti itu (proses politik) akan mulus meski sepertinya ada upaya untuk ke sana. Karena yang penting adalah siapa yang akan menjadi presiden dan wakil presiden," kata Rangkuti.
Dia mencontohkan, koalisi besar berarti memiliki mesin kampanye yang lebih besar untuk mendulang suara, namun hanya bisa efektif jika ada calon presiden yang tepat.
“Memiliki koalisi yang besar tetapi tidak memiliki figur yang tepat tidak menjamin kemenangan,” kata Rangkuti.