Bisnis.com, JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta agar pemerintah dapat menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan.
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi menilai, masih banyak permasalahan di bidang kesehatan yang seharusnya dapat didahulukan oleh pemerintah sebelum akhirnya mereka berkutat dengan pembahasan terkait RUU Kesehatan.
Menurutnya, penolakan yang disampaikan berbagai pihak terhadap RUU Kesehatan sebaiknya juga menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Pasalnya, jika pembahasan terus dilanjutkan hingga ke tingkat (TK) II, maka kemungkinan besar stabilitas nasional akan terganggu.
“Hal ini pasti akan berdampak kepada terganggunya stabilitas nasional karena pelayanan publik di bidang kesehatan untuk masyarakat akan menjadi terdampak,” terangnya dalam keterangan tertulis, Senin (10/4/2023).
Adib juga menilai bahwa RUU Kesehatan berpotensi membuat Indonesia menjadi pasar bebas kesehatan. Padahal, sektor kesehatan merupakan salah satu sektor yang seharusnya diatur oleh warga negara Indonesia (WNI) sendiri.
Makna pasar bebas yang intinya individualisme dan kapitalisme, sambungnya, jelas sudah menyalahi sistem sosialisme yang dianut oleh Presiden Pertama RI Soekarno, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Baca Juga
“Seorang dokter yang melakukan pelayanan kesehatan harus memiliki hak imunitas yang dilindungi oleh UU. Apabila hak imunitas tidak didapatkan, maka akan banyak tenaga medis yang dengan mudah masuk ke dalam permasalahan hukum,” ujar Adib.
Seperti diketahui, RUU Kesehatan telah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR RI. Hal tersebut ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-16, Selasa (14/2/2023).
"Kami menanyakan apakah RUU Usul Inisiatif Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tentang Kesehatan dapat disetujui menjadi RUU Usul DPR RI?," tanya Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.
"Setuju," ujar sebagian anggota dewan yang hadir secara fisik.
Pemerintah secara resmi menyerahkan 3.020 daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan kepada DPR RI pada Rabu (5/4/2023).
“Sebanyak 1. 037 itu sifatnya tetap, jadi mengonfirmasi isi dari DPR, 399 ada perubahan redaksional, dan 1.584 ada perubahan dari substansi,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (5/4/2023).
Penyusunan naskah dilakukan seusai Kemenkes melakukan serangkaian kegiatan partisipasi publik dan sosialisasi terkait RUU Kesehatan. Terdapat 115 kegiatan partisipasi publik yang diikuti oleh 1.200 stakeholders dan 72.000 peserta, baik secara luring maupun daring.
“Kita memiliki 6.011 masukan yang bisa kita jaring dari partisipasi publik ini. Dari total tersebut, 75 persen kita tindaklanjuti dan semuanya ada dokumentasi secara digital,” jelasnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan memutuskan untuk hanya menindaklanjuti 75 persen dari 6.011 masukan publik terkait RUU Kesehatan. Maka, dapat disimpulkan bahwa ada 25 persen masukan yang pada akhirnya diputuskan untuk tidak diakomodir di dalam RUU yang disusun dengan metode Omnibus Law tersebut.
“Kalau yang 25 persen itu kemungkinan besar yang tidak relevan ya, misalnya kita bahas UU Kesehatan tapi dia ngomongin ketenagakerjaan, itu kan tidak relevan. Hal seperti itu yang tidak kita terima,” ujarnya kepada wartawan dikutip Kamis (6/4/2023).