Bisnis.com, JAKARTA - Tim Kuasa Hukum Terdakwa Pierre Togar Sitanggang mengeklaim Surat Dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan perkara korupsi minyak goreng tidak memenuhi syarat materiil maupun syarat formil.
Hal tersebut disampaikan Tim Kuasa Hukum Terdakwa Pierre Togar Sitanggang yang diketuai Denny Kailimang, dalam nota keberatannya. Menurut Tim Kuasa Hukum, Surat Dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dengan implikasi yuridis yaitu Surat Dakwaan batal demi hukum (van rechtswegenietig) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Jo. Pasal 143 ayat (3) KUHAP.
“Dalam Surat Dakwaan Tim JPU hanya menyebutkan jangka waktu tindak pidana [Terdakwa] Untuk Kurun Waktu Januari 2022 sampai Maret 2022. Padahal Dalam Surat Perintah Penyidikan Kurun Waktu Tindak Pidana yang Disangkakan Terjadi pada Januari 2021 sampai Maret 2022," kata Denny seusai sidang di Pengadilan Pidana Korupsi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (6/9/2022).
Menurutnya, berdasarkan Dakwaan Primair dan Subsidairnya, Tim JPU menyebutkan bahwa Terdakwa selaku General Manager bagian General Affair PT Musim Mas melakukan/turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum tindak pidana dari Januari 2022 sampai Maret 2022 bertempat di Kantor Kementerian Perdagangan.
"Tempus delicti yang didakwa kan kepada Terdakwa, ternyata berbeda dengan tempus delicti pada saat proses penyidikan. Padahal dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRIN-22/F.2/Fd.2/04/2022, tanggal 19 April 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Tap-20/F.2/Fd.2/04/2022, tanggal 19 April 2022, tempus delicti perkaranya adalah bulan Januari 2021 sampai bulan Maret 2022. Sehingga terjadi perbedaan tempus delicti antara hasil penyelidikan/penyidikan dengan tempus delicti pada Surat Dakwaan," jelasnya.
Ketidaksesuaian tempus delicti ini mencerminkan Tim JPU telah tidak cermat dalam merumuskan Surat Dakwaan, karena tidak sesuai dengan fakta hasil penyidikan.
Baca Juga
Selain itu, JPU juga menguraikan tidak direalisasikannya distribusi minyak goreng dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sesuai dengan yang menjadi kewajiban Grup Musim Mas, telah mengakibatkan terjadinya kelangkaan dan gejolak kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.
"Hal ini bertentangan dengan uraian JPU sebelumnya yang menyatakan bahwa kelangkaan dan gejolak harga minyak goreng di dalam negeri sudah terjadi sejak oktober 2021," ujar Denny.
Sebaliknya, jika permasalahan kelangkaan dan gejolak kenaikan harga minyak goreng pada periode Januari-Maret 2022 sebagaimana dalam perkara a quo, dituntut dengan menggunakan delik tindak pidana korupsi terkait penerbitan PE, maka dapat dikatakan bahwa Jaksa Penuntut Umum telah mempersempit dan melokalisir penegakan hukum hanya kepada pelaku usaha yang melakukan ekspor CPO.
"Itu pun terkesan Tebang Pilih, karena dari 324 PE yang telah diterbitkan untuk 89 perusahaan pada periode Februari-Maret 2022, hanya 3 grup perusahaan yang dipermasalahkan penerbitan PEnya oleh Kejaksaan Agung RI, sedangkan 71 perusahaan lainnya tidak pernah diperiksa," tegasnya.
Padahal sistem dan tata cara yang diterapkan berlaku sama untuk semua pelaku usaha dalam pelaksanaan DMO dan penerbitan PE.
Penerapan delik tipikor pada permasalahan a quo, akan membatasi penegakan hukum terhadap pihak-pihak lain yang justru harus dituntut untuk bertanggung jawab atas kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri, karena tidak mau menyalurkan atau menahan distribusi CPO dan/atau minyak gorengnya di dalam negeri, mengingat adanya kebijakan penerapan Harga Eceran Tertinggi (HET) dari pemerintah saat itu yang nilainya memang di bawah harga keekonomian dan juga tidak terikat kewajiban DMO sebagaimana pelaku usaha yang melakukan ekspor.