Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bawaslu Antisipasi Politik Uang Menjelang Pemilu 2024

Praktik politik uang sering ditemukan dalam setiap pelaksanaan Pemilu 2024.
Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia di Jakarta. -Bisnis.com/Samdysara Saragih
Gedung Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia di Jakarta. -Bisnis.com/Samdysara Saragih

Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengidentifikasi titik rawan praktik politik uang selama pelaksanaan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyebutkan sejumlah praktik terlarang yang masuk dalam kategori politik uang sering terjadi selama Pemilu 2024 berlangsung serentak.

Menurut Bagja praktik money politics tidak hanya terbatas pada pemberian uang kepada pemilih saja, tetapi juga terkait dengan penggunaan fasilitas desa, termasuk dana desa untuk kepentingan sejumlah pihak juga merupakan pelanggaran yang perlu diperhatikan.

"Misalnya penggunaan anggaran dana desa yang mencapai satu milyar itu, digunakan untuk kepentingan partai politik tertentu atau peserta pemilu atau pilkada tertentu itu kami menyebutnya politik uang," kata Bagja dalam keterangan resmi Bawaslu, dikutip Kamis (30/6/2022).

Tak hanya itu, kerawanan Pemilu dan Pilkada 2024 juga bersumber dari pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN), TNI, dan Polri.

Hanya saja, Bagja mengatakan di antara jenis pelanggaran tersebut, biasanya pelanggaran yang dilakukan kepala desa atau camat lebih sering terjadi.

"Yang paling sering (pelanggaran) kepala desa, lurah, dan camat karena mereka punya birokrasi ke bawah. Mereka bisa mengumpulkan RT dan RW, ini persoalan juga. Itu terjadi di Pemilu 2019 dan Pilkada 2020," ujarnya.

Pada pesta demokrasi lima tahunan itu, Bagja telah memprediksi terjadinya politisasi SARA yang sudah langganan terjadi.

Adapun titik rawan lain saat Pemilu serentak 2024 yaitu data pemutakhiran pemilih, kerumitan pemungutan suara, perhitungan suara, dan percepatan memperoleh hasil.

Untuk mengatasi hal tersebut, Bagja meminta pihak KPU untuk mencermati hasil penelusuran Bawaslu pada Pemilu 2019 sebelumnya. Pasalnya ia masih menemukan pemutkahiran data yang tidak tepat.

"Saya berharap dapat KPU bisa diperbaiki karena hasil pencermatan Bawaslu (pada Pemilu 2019) menghasilkan DPTHP (Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan) satu dan dua. Ada pemutakhiran data yang tidak dilakukan dengan benar," harapnya.

Untuk diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga telah menandatangi kerja sama MoU dengan Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakhrulloh.

MoU tersebut salah satunya terkait pemberian hak akses Dukcapil guna mengorganisir data pemilih sementara (DPS) dan data pemilih tetap (DPT) pada Pemilu mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper