Bisnis.com, JAKARTA - Ki Hadjar Dewantara sudah sangat dikenal oleh publik Indonesia. Dia dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional dan pendiri Perguruan Tamansiswa.
Suwardi Suryaningrat – nama lahir Ki Hadjar Dewantara, diakui karena pemikiran-pemikiran cemerlang terkait pendidikan nasional.
Slogan yang dikemukakan olehnya sering terdengar di telinga masyarakat Indonesia seperti “Tut Wuri Handayani”.
Widyawati, Keluarga Besar Ki Hadjar Dewantara mengatakan terdapat banyak ajaran-ajaran Ki Hadjar yang telah dibumikan, misalnya “Tut Wuri Handayani”.
Akan tetapi, harus dipahami pula bahwa tujuan dari pendidikan yang dimaksud oleh Ki Hadjar Dewantara adalah satu proses yang tidak diam. Terdapat tiga asas yang dikenalkan Ki Hadjar Dewantara, yaitu kontiniu, konvergen, dan konsentris.
Pengembangan kesinambungan, lanjut Widyawati, adalah mencari sesuatu yang baru di luar Indonesia.
“Contohnya Ki Hadjar mencari dan mempelajari pemikir pendidikan dunia seperti Montessori, Froebel, dan Tagore. Semua pemikiran itu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pendidikan kita,” ujarnya dalam diskusi daring bertajuk “Rekonstruksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara untuk Pendidikan Nasional” dikutip Minggu (17/4/2022).
Senada dengan Widyawati, Rano Karno, Anggota Komisi X DPR RI, menganggap masih banyak pihak yang hanya memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara di permukaannya saja.
Rano Karno melanjutkan, jika kita menelaah buku Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, maka kita menemukan betapa pentingnya Ki Hadjar Dewantara dalam menentukan arah pendidikan Indonesia.
“Artinya, kita mendidikan anak itu untuk menjadi warga negara dengan moral dan pikiran,” tegasnya.
Bagi Rano, pemikiran Ki Hadjar sudah selaras dengan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 perihal mencerdaskan bangsa. Mencerdaskan bangsa bukan berarti mencerdaskan individu, namun menyesuaikan sistem pendidikan dengan kebutuhan hidup dan penghidupan rakyat Indonesia.
Pemeran sinetron “Si Doel” ini menegaskan, jangan hanya menjadikan “Merdeka Belajar” sebatas simbol dan metode pembelajaran. Hal tersebut harus dipahami sebagai tujuan pendidikan, yaitu memerdekakan manusia lahir dan batin.
“Pendidikan tidak bisa memerdekakan bila mengabaikan seni budaya dan tuntutan kerja. Pendidikan tidak terperintah dan kita harus belajar dari segala hal,” ucap Rano.
Makam Ki Hadjar dan Nyi Hadjar Dewantara di D.I Yogyakarta dikenal sebagai Taman Wijaya Brata./kemdikbud.go.id
Sosok besar Ki Hadjar Dewantara sangat lekat dengan tema besar pendidikan. Namun, bagi Iwan Syahril, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud-Ristek, sosok tersebut justru lebih besar dari pendidikan.
Menurutnya, Ki Hadjar adalah tokoh yang melahirkan peradaban. Tidak heran, kalau Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan gelar Honoris Causa tentang kebudayaan kepada Ki Hadjar Dewantara. Filosofi yang diyakini Ki Hadjar Dewantara adalah pendidikan sebagai tempat menyemai benih-benih kebudayaan.
Merdeka Belajar, lanjut Iwan, merupakan filosofi yang bersumber dari Ki Hadjar Dewantara. Slogan tersebut bermakna bahwa pendidik harus menjadi teladan, membangkitkan semangat, serta membentuk manusia merdeka. Oleh karenanya, fokus penting pendidikan harus bersumber pada anak.
“Dasar pemikiran dari Ki Hadjar lah yang menentukan Kemendikbud Ristek untuk mengubah Ujian Nasional menjadi Assesmen Nasional,” tukasnya.