Bisnis.com, SOLO - Masyarakat Sri Lanka meminta Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mengundurkan diri dari jabatan.
Masyarakat dan opisisi melakukan protes di jalanan dan melayangkan tulisan #GoHomeGota sebagai tanda mereka ingin pemerintahan Gotabaya untuk berhenti.
Protes yang menyebabkan kematian itu terjadi karena adanya krisis buruk yang terjadi di Sri Lanka. Negara kepulauan di Asia Selatan itu telah bergulat dengan krisis valuta asing dan kekurangan kebutuhan pokok selama berbulan-bulan.
Ketegangan meningkat setelah antrian makanan dan bahan bakar terus terjadi, hingga menyebabkan kematian.
Bahkan pemadaman listrik berlangsung selama beberapa jam dalam sehari, hal ini pun melumpuhkan banyak fasilitas termasuk fasilitas di rumah sakit.
Dalam beberapa hari terakhir, ratusan ribu orang menentang jam malam. Tentara pun diberi wewenang untuk menangkap warga sipil yang turun di jalan.
Baca Juga
Kabinet mundur
Ketegangan yang meningkat selama beberapa hari membuat 26 menteri mengumumkan pengunduran diri mereka pada Minggu (3/4/2022).
Di sisi lain, masyarakat murka karena tak mendapat kepastian dari presiden Rajapaksa atau saudaranya Mahinda, yang merupakan perdana menteri.
Oposisi menolak ajakan gabung Gota
Rajapaksa kemudian menawarkan untuk berbagi kekuasaan dengan oposisi pada hari Senin (4/4). Ajakan itu pun mendapat penolakan tegas.
Sebelumnya, kantor presiden menyatakan "mengundang semua partai politik yang diwakili di parlemen untuk bersama-sama menerima portofolio menteri dalam rangka mencari solusi untuk krisis nasional".
Aliansi politik oposisi terbesar, Persatuan Kekuatan Rakyat atau Samagi Jana Balawegaya (SJB), menolak proposal tersebut.
“Rakyat negara ini ingin Gotabaya dan seluruh keluarga Rajapaksa turun dan kami tidak dapat melawan kehendak rakyat dan kami tidak dapat bekerja bersama para koruptor,” kata pejabat tinggi SJB Ranjith Madduma Bandara seperti dikutip Aljazeera.com, Selasa (5/4).