Bisnis.com, JAKARTA -- Aksi represif aparat kepolisian terhadap warga Wadas penolak penambangan batu bauksit untuk pembangunan Bendungan Bener berujung ricuh. Puluhan orang kemudian ditangkap dan digelandang ke kantor kepolisian.
Isu ini kemudian mendapat tanggapan beragam. Sejumlah pihak menyangkan aksi represif pemerintah terhadap warga penolak tambang. Kepolisian diminta untuk mengedepankan pendekatan yang persuasif, bukan bertindak represif.
Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud Md langsung mengadakan rapat internal lintas instansi setelah ramai pemberitaan tentang Desa Wadas, Jawa Tengah.
Dia menegaskan bahwa informasi yang digambarkan di pemberitaan, khususnya di media sosial terkait kondisi Wadas yang mencekam adalah tidak benar.
Situasi dan kondisi saat ini di Wadas normal juga kondusif. Mahfud mengakui ada warga yang sempat diamankan di Mapolres Purworejo. Akan tetapi mereka sudah dipulangkan.
“Sehingga saat ini semuanya sudah kembali ke rumah masing-masing dan sama sekali tidak ada korban atau penistaan atau penyiksaan,” jelasnya.
Baca Juga
Terlepas dari pro kontra yang saat ini terjadi, Jawa Tengah adalah sebuah provinsi yang memiliki banyak cerita kelam soal pembangunan infrastruktur, khususnya bendungan. Pada medio dekade 1980-an silam, peristiwa di Kedung Ombo pecah.
Meskipun kasus Bendungan Bener tak bisa disandingkan dengan pembangunan Waduk Kedung Ombo, korban Kedung Ombo adalah warga penolak waduk.
Lantas seperti apa sejarah Waduk Kedung Ombo?
Dikutip dari Solopos, Waduk Kedung Ombo merupakan salah satu bendungan besar di Indonesia yang memiliki banyak manfaat, termasuk untuk wisata. Waduk ini terletak di tiga kabupaten di provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Grobogan, Sragen, dan Boyolali.
Bendungan utama Waduk Kedung Ombo berada di Kecamatan Geyer, Grobogan. Sumber air utama waduk tersebut berasal dari Kali Serang.
Waduk ini dibangun pada 1985 untuk pembangkit listrik tenaga air berkekuatan 22,5 mega watt. Selain untuk PLTA, air dari waduk tersebut dipakai untuk mengairi 70 hektare sawah di sekitarnya.
Waduk Kedung Ombo dibangun selama empay tahun mulai 1985-1989 yang menelan dana hingga USD25,2 juta dari Bank Exim Jepang dan APBN.
Pembangunan
Dikutip dari Wikipedia, Senin (17/5/2021), pengairan waduk dimulai pada 14 Januari 1989. Waduk ini dibangun dengan menenggelamkan 37 desa, 7 kecamatan di tiga kabupaten. Sebanyak 5.268 keluarga kehilangan tanah akibat pembangunan waduk raksasa ini.
Sampai diresmikan pada 19 Mei 1991 oleh Presiden Soeharto, pembangunan Waduk Kedung Ombo menuai protes. Sebanyak 600 keluarga berjuang menuntut hak atas ganti rugi tanah yang layak.
Pada 2001, kasus penuntutan ganti rugi tanah atas pembangunan Waduk Kedung Ombo yang belakangan berkembang menjadi tempat wisata kembali mencuat. Warga menuntut Gubernur Jawa Tengah membuka kembali kasus tersebut. Namun, Pemprov dan Pemkab setempat bersikeras menyatakan bahwa ganti rugi tanah sudah selesai.
Teror
Kala itu Mendagri Soeparjo Rustam menyatakan ganti rugi Rp 3.000,-/m², sementara warga dipaksa menerima Rp 250,-/m². Warga yang bertahan juga mengalami teror, intimidasi dan kekerasan fisik akibat perlawanan mereka terhadap proyek tersebut.
Pemerintah memaksa warga pindah dengan tetap mengairi lokasi tersebut, akibatnya warga yang bertahan kemudian terpaksa tinggal di tengah-tengah genangan air.
Lambat laun kasus tuntutan ganti rugi lahan itu menguap. Waduk Kedung Ombo pun berkembang pesat.
Waduk dimanfaatkan sebagai PLTA. Warga setempat juga memanfaatkan air waduk untuk irigasi, beternak ikan, serta memulai bisnis pariwisata.
Bendungan yang panjangnya 1.600 meter dengan tinggi 96 meter dan luas 5.898 hektare itu kini menjadi salah satu objek wisata yang masyhur di kalangan masyarakat Jawa Tengah.