Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kepala PPATK Ungkapkan 6 Alasan soal Urgensi RUU Perampasan Aset

Sejumlah poin yang mendasari urgensi RUU Perampasan Aset itu menjadi bagian dari hasil pertemuannya dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 15 Februari 2021.
Logo Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atauPPATK/Ilustrasi
Logo Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atauPPATK/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae membeberkan sejumlah poin yang mendasari urgensi rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset.

Dian menjelaskan sejumlah poin itu menjadi bagian dari hasil pertemuannya dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada 15 Februari 2021. Secara umum, dia menjelaskan bahwa dalam pertemuan itu PPATK menegaskan pentingnya RUU Perampasan Aset bagi perbaikan kinerja pemberantasan kejahatan ekonomi di Indonesia.

Alasannya, jelas dia, pertama adalah tingkat keberhasilan dari pemberantasan tindak pidana ekonomi, termasuk korupsi, narkoba, perpajakan, keuangan dan lainnya relatif masih rendah.

"Salah satu penyebabnya faktor penjera dan deterrent [penghambat] masih sangat tidak memadai. Dalam hal ini perampasan seluruh asset hasil tindak kejahatan ekonomi merupakan faktor penjera/deterrent faktor yang haruss dilakukan," demikian poin pertama dalam penjelasan resmi Dian yang diterima Bisnis, Rabu (24/2/2021).

Kedua, jelas dia,  kejahatan ekonomi merupakan kejahatan canggih (sophisticated) dengan segala bentuk rekayasa keuangan (financial engineering) dan rekayasa hukum (legal engineering) sehingga mempersulit proses hukum di pengadilan maupun proses penyitaan konvensional.

Ketiga, sambung Dian, recovery asset kerugian negara atau kerugian sosial-ekonomi dari kejahatan-kejahatan ekonomi masih sangat rendah sehingga belum cukup membantu keuangan negara dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Sementara itu penindakan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang seharusnya menyertai tindak pidana ekonomi, yang seharusnya dapat dilakukan secara progresif berdasarkan UU No.8 Tahun 2010 masih terbatas realisasinya. Antara lain juga karena kurang progresifnya peraturan perundang-undangan terkait penyitaan asset yang diduga dari hasil tindak pidana," demikian poin keempat penjelasannya.

Dia memerinsi poin keempat adalah RUU Perampasan Aset termasuk juga menangani persoalan aset hasil tindak pidana karena tersangka/terdakwa meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya, atau terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.

Poin ketujuh, dia mengatakan salah satu ketentuan penting RUU Perampasan Aset tersebut menyatakan bahwa perampasan aset tidak digantungkan kepada penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana.

"PPATK tentu saja menyerahkan tindak lanjut dari RUU ini kepada pihak Pemerintah dan DPR. Harapan PPATK tentu RUU ini dapat segera dibahas dan disahkan menjadi UU," tambah Dian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper