Bisnis.com, JAKARTA – Mutasi virus Corona ditemukan di Inggris dan terlacak dengan kemungkinan 70 persen lebih cepat menular.
Terkait hal itu, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Profesor Amin Soebandrio menegaskan mutasinya belum sampai mengganggu pengembangan vaksin.
Mutasi virus yang pertama kali ditemukan di Inggris itu kini sudah masuk kawasan Asia. Hal itu ditemukan pada kasus seorang perempuan warga Singapura yang baru pulang dari studi di Inggris awal Desember lalu.
Amin menjelaskan, mutasi virus terjadi setiap kali virus itu bereplikasi, atau memperbanyak diri. Mutasi kemudian terjadi secara acak, bisa melemahkan virus sehingga membuat virusnya mati, atau justru membuat virusnya mampu beradaptasi semakin baik.
Adapun, mutasi terjadi di bagian protein virus, tapi bukan di receptor binding domain (RBD), tidak terjadi di bagian yang menempel pada sel manusia.
Mutasi yang terjadi mengubah beberapa poin dari virus namun yang selama ini ditemukan belum sampai mengubah struktur maupun sifat antigennya.
Baca Juga
“Jadi sejauh ini belum mengganggu kinerja vaksin,” tegasnya pada konferensi pers, Kamis (24/11/2020).
Selain itu, Profesor Amin juga menjelaskan adanya pengaruh dari faktor geografis terkait dengan mutasi virus. Mutasi virus di Inggris yang menjadi lebih menular bisa disebabkan oleh suhunya yang lebih dingin.
Namun, karena saat ini mutasi tersebut sudah ditemukan di Australia, yang saat ini musim panas, dan ada di Singapura yang iklimnya tidak berbeda dengan Indonesia, masyarakat diimbau tetap waspada dan lebih berhati-hati pada paparan virus tersebut.
“Karena nyatanya virus itu tidak mengenal musim. Yang perlu diingat agar masyarakat tidak terus panik atau terlalu khawatir, kehadiran mutasi itu harus diterjemahkan menjadi upaya kita untuk meningkatkan kemampuan untuk deteksi, bagaimana kita merespons, dan cara mencegahnya jangan sampai dia masuk ke Indonesia,” tegasnya.