Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mendalami perusahaan-perusahaan eksportir benih lobster yang masuk dalam pusaran kasus suap ekspor benur yang menjerat Menteri KKP nonaktif Edhy Prabowo.
"Penyidik akan melihat berapa PT nantinya yang terindikasi melakukan hal yang sama. Kemudian PT pasti kan ada aktanya, siapa saja yang akan bertanggung jawab akan didalami. Hasilnya akan dikumpulkan, dan nanti pasti akan disampaikan," kata Deputi penindakan KPK Karyoto dalam jumpa pers yang disiarkan di kanal YouTube KPK, Sabtu (28/11/2020).
Mengacu laporan investigasi Majalah Tempo pada Juli lalu, PT Royal Samudera Nusantara misalnya, dipimpin oleh Ahmad Bahtiar Sebayang sebagai komisaris utama.
Dalam konstruksi perkara suap ekspor benur, Ahmad Bahtiar merupakan nominee dari Edhy Prabowo di PT ACK, perusahaan forwarder untuk ekspor benur.
Seperti diketahui, Bahtiar adalah Wakil Ketua Umum Tunas Indonesia Raya, underbow atau organisasi sayap Gerindra. Dia juga menjabat Kepala Departemen Koordinasi dan Pembinaan Organisasi Sayap Gerindra.
Ada pula PT Bima Sakti Mutiara, PT Agro Industri Nasional, serta PT Maradeka Karya Semesta. Komisaris perusahaan pertamanya adalah Hashim Djojohadikusumo, pengusaha senior sekaligus adik Menteri Partahanan Prabowo Subianto.
Baca Juga
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa KPK tidak menutup mata atas data-data tersebut. Tapi, dia mengingatkan bahwa KPK juga tidak bisa asal bergerak tanpa adanya alat bukti yang kuat.
Dalam kasus ini, Sebelumnya, KPK menetapkan 7 orang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Mereka adalah Edhy Prabowo, Staf kgusus Menteri KKP Syafri, Andreu Pribadi Misanta, Pengurus PT ACK Siswadi, Staf Istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin sebagai penerima suap.
"Sebagai Penerima Disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers, Rabu (25/11/2020).
Sementara itu sebagai pemberi suap, KPK menetapkan Suharjito yang merupakan Direktur PT DPP sebagai tersangka.
Dia disangkakan melanggar melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.