Bisnis.com, JAKARTA - Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan mengajukan judicial review Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi pada hari ini, Selasa (3/11/2020).
“Pagi ini kami akan secara resmi akan mendaftarkan gugatan judicial review ke MK terhadap uji materiil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya, Selasa, 3 November.
KSPI juga masih akan melanjutkan aksi penolakan terhadap undang-undang dan melakukan mogok kerja sesuai dengan yang diatur oleh ketentuan yang berlaku. Said menjamin aksi yang digencarkan buruh bersifat anti-kekerasan.
Selanjutnya, KSPI pun bakal mendesak DPR untuk menerbitkan legislatif review terhadap UU Nomor 11 Tahun 2020 dan melakukan kampanye atau sosialisasi tentang isi pasal-pasal yang ditengarai merugikan buruh.
“Sosialisasi tanpa melakukan hoaks atau disinformasi,” ujar Said Iqbal.
Seperti diketahui, UU Cipta Kerja sudah resmi diundangkan setelah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 November 2020. UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu memiliki total 1.187 halaman.
Baca Juga
KSPI sebelumnya menolak penerbitan UU Cipta Kerja karena sejumlah klausul di dalamnya disebut merugikan kaum pekerja. Setidaknya ada empat poin utama yang disoroti kaum pekerja. Pertama, beleid itu ditengarai menyebabkan sistem upah murah berlaku.
Pasal yang dimaksud adalah Pasal 88C Ayat (1) yang menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi dan Pasal 88C Ayat (2) yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Penggunaan kata “dapat” dikhawatirkan membuat penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) merugikan buruh.
“Karena penetapan UMK bukan kewajiban, bisa saja gubernur tidak menetapkan UMK. Hal ini akan mengakibatkan upah murah,” ucapnya.
KSPI juga mempermasalahkan hilangnya klausul upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (UMSK dan UMSP) karena diduga akan mendorong terjadinya ketidakadilan. Said menekankan, KSPI meminta agar UMK tetap ada tanpa syarat dan UMSK serta UMSP tidak dihilangkan.
Kedua terkait kontrak karyawan. KSPI menyebut UU Cipta Kerja telah menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003. Akibatnya, menurut Said, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang dan terus-menerus tanpa batas periode menggunakan PKWT atau karyawan.
Ketiga, KSPI memasalahkan dihapusnya Pasal 64 dan 65 UU Nomor 13 Tahun 2003 di UU Cipta Kerja yang diduga mendorong perusahaan mengontrak pekerja dalam waktu yang panjang. KSPI pun menyoroti dihapusnya batasan lima jenis pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 66 UU sebelumnya yang memperbolehkan penggunaan tenaga kerja outsourcing hanya untuk cleaning service, cattering, security, driver, dan jasa penunjang perminyakan.
“Dengan tidak adanya batasan terhadap jenis pekerjaan yang boleh menggunakan tenaga outsourcing, semua jenis pekerjaan di dalam pekerjaan utama atau pekerjaan pokok dalam sebuah perusahaan bisa menggunakan karyawan outsourcing,” ucapnya.
Keempat ialah pesangon. UU Cipta Kerja, kata Said, mengurangi nilai pesangon buruh dari 32 bulan upah menjadi 25 upah. “Hal ini jelas merugikan buruh Indonesia karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun buruh Indonesia masih kecil dibandingkan dengan beberapa neagra ASEAN,” kata Said.