Bisnis.com, JAKARTA – Masih banyak pihak yang menganggap sepele pentingnya bisa membaca dan senang membaca. Selain itu, masih banyak pula pihak yang memiliki miskonsepsi tentang literasi.
Hal itu diungkapkan Duta Baca Indonesia Najwa Shihab terkait peringatan Hari Aksara Internasional (HAI). Menurutnya, ada beberapa miskonsepsi tentang literasi, misalnya literasi diartikan hanya sebatas kemampuan membaca.
Padahal, sebut dia, literasi juga termasuk menalar, berkaitan dengan kompetensi berpikir dan memproses informasi.
“Jadi literasi tidak pernah hanya soal baca tulis, makanya ada yang namanya literasi soal kesehatan, keilmuan, finansial, dan banyak lagi. Jadi, konsep literasi itu luas, sedangkan yang dipahami di sini terbatas,” ujar Najwa, Selasa (8/9/2020).
Kemudian, ada miskonsepsi soal 'belajar untuk membaca' tapi tidak 'membaca untuk belajar'. Najwa mengatakan orang tua di Indonesia mayoritas mendorong anaknya saat masih balita untu segera bisa baca dan mengeja, tapi sampai di situ merasa tugasnya sudah selesai.
Padahal membaca menjadi alat utama untuk belajar, tidak hanya sekadar menguasai dan memahami huruf, tapi perlu kemampuan yang jauh lebih kompleks.
Baca Juga
“Membaca jadi alat untuk memahami dan menjadi alat untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan. Kadang misalnya, anak hanya dipastikan bisa membaca atau mengeja saat PAUD, tapi kemudian tidak dilanjutkan ke suka membaca untuk belajar,” terangnya.
Najwa menerangkan, rata-rata siswa di Indonesia saat dites kemampuan dasar pada saat baca selalu bagus, tapi ketika diminta mengolah dan mengambil makna dari suatu teks nilainya jauh menurun.
Selanjutnya, masih banyak anak yang 'aktif membaca' tapi tidak 'membaca aktif'. “Terkadang baca banyak tulisan bukan malah meningkatkan kemampuan malah bikin jadi ngantuk, karena dia hanya aktif membaca bukan membaca aktif,” kata Najwa.
Menurutnya, membaca aktif adalah ketika pembaca berempati dengan latar belakang penulis, memprediksi apa saja isi bacaan, bagaimana mempertanyakan, berargumen, dan mengidentifikasi karakter dan isu yang dibaca, atau mengaplikasikan apa yang sudah dibaca dengan konteks kehidupan sehari-hari.
“Masih banyak miskonsepsi bahwa membaca kemampuan bawaan lahir, padahal itu potensi yang harus dan bisa dikembangkan. Membaca itu kemampuan yang bisa terus dikembangkan asal mau dan melakukan serangkaian strategi untuk menjadi pembaca yang efektif. Jadi tidak ada anak yang lahir dengan kecenderungan tidak suka baca,” ungkapnya.
Dia menegaskan bahwa literasi itu meliputi banyak dimensi dan bisa ditumbuhkan minatnya sepanjang hayat, seperti pepatah mengatakan belajar sepanjang hayat.