Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menargetkan untuk menuntaskan buta aksara, setidaknya pada 2023 sudah tidak ada lagi wilayah yang tingkat buta aksaranya tinggi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat buta huruf di Indonesia saat ini sebanyak 1,93 persen. Artinya, sudah ada 98,07 persen penduduk yang sudah tidak buta huruf.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri mengatakan bahwa angka tersebut naik dari tahun sebelumnya 1,78 persen. Jumeri menyebutkan, ada enam wilayah yang bakal difokuskan untuk pemberantasan buta aksara ke depan.
Keenam provinsi tersebut yaitu Papua masih 21,9 persen, Nusa Tenggara Barat 7,46 persen, Nusa Tenggara Timur 4,42 persen, Sulawesi Selatan 4,22 persen, Sulawesi Barat 3,9 persen, dan Kalimantan Barat 3,81 persen.
“Sebagai upaya penuntasan buta aksara, Kemendikbud melakukan empat langkah, antara lain dengan pemutakhiran data buta aksara, fokus ke daerah yang buta aksaranya tinggi, meningkatkan jaringan pemberantasan buta aksara, dan melakukan inovasi pada pendidikan untuk buta aksara,” kata Jumeri, Jumat (4/9/2020).
Selain itu, Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus (PMPK) Samto menjelaskan bahwa saat ini Kemendikbud memiliki Program Pendidikan Keaksaraan yang dibagi dua, yaitu dasar dan lanjutan.
“Pendidikan dasar adalah bagaimana mengentaskan meningkatkan dari buta aksara menjadi melek aksara. Adapun, lanjutan ada dua KUM [Keaksaraan Usaha Mandiri] dan multikeaksaraan,” jelas Samto.
Program KUM akan berorientasi pada kemampuan usaha, agar bisa meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berusaha, mencari informasi lewat koran atau buku yang bisa meningkatkan kesejahteraan kehidupannya.
Sedangkan Program Multikeaksaraan berorientasi pada profesi, keahlian dan pekerjaan, budaya, sosial dan politik, kesehatan dan olahraga, dan pengetahun teknologi.
Dia menuturkan bahwa tindak lanjut dari penuntasan buta aksara ini adalah peluang bagi warga keaksaraan untuk bisa menempuh pendidikan kesetaraan, seperti Paket A [SD] Paket B [SMP], atau Paket C [SMA].
"Dalam pandangan saya, kalau seorang buta aksara bisa diberikan literasi yang baik, ditingkatkan skill-nya, bisa ikut Paket C, dia bahkan berpotensi jadi Bupati di wilayahnya,” ungkapnya.