Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan angka buta aksara melambat sejak 2014. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hal ini lantaran memang jumlah buta aksara yang sudah menyusut.
Badan Pusat Statistik mencatat untuk usia di atas 15 tahun pada 2014 jumlah buta aksara 4,88 persen, turun ke 4,78 persen pada 2015, kemudian ke 4,62 persen pada 2016, 4,50 persen pada 2017, 4,34 persen pada 2018, dan 4,10 persen pada 2019.
Kemudian, untuk usia 15—59 tingkat buta aksaranya pada 2014 sebanyak 2,83 persen, turun ke 2,29 persen pada 2015, kemudian 2,07 persen pada 2016, stagnan di 2,07 persen pada 2017, turun ke 1,93 persen pada 2018, dan 1,78 persen pada 2019.
Sementara itu, untuk usia 15—24 tingkat buta aksara pada 2014 tercatat 0,32 persen, kemudian naik ke 0,33 persen pada 2015, stagnan di 0,33 persen pada 2016, 0,34 persen pada 2017, turun ke 0,29 persen pada 2018, dan 0,24 persen pada 2019.
“Penurunan buta aksara melambat karena memang tinggal sedikit, jadi pertumbuhannya hanya nol koma sekian karena sudah di bawah 2 persen. Tinggal di daerah yang mengalami kesulitan. Maka kebijakannya, kami fokus di enam provinsi untuk kita berikan bantuan untuk pendidikan keaksaraan dasar, dan mendorong pemda untuk melakukan pemberantasan buta aksara bersama,” jelas Samto, Jumat (4/9/2020).
Samto mengharapkan capaian upayanya itu 50:50 dari pemerintah baik pusat dan daerah.
Baca Juga
“Memang ada kesulitan karena memang jelas lokasi buta aksara umumnya ada di daerah 3T [terdepan, terpencil, tertinggal], tapi kami akan berupaya terus dan fokus. Kalau dulu kan seluruh Indonesia kita intervensi, sekarang kita upayakan di Papua, NTB, NTT dan tiga provinsi yang lainnya,” ujarnya.