Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Uji Formil UU KPK, Laode M Syarif Berharap Keaktifan Hakim MK

Menurut pimpinan KPK Jilid IV periode 2015-2019 itu, hanya kearifan Hakim Konstitusi yang dapat mengembalikan UU KPK kembali pada fitrahnya.
Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif yang juga merupakan eks Wakil Ketua KPK/Antara-Hafidz Mubarak
Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif yang juga merupakan eks Wakil Ketua KPK/Antara-Hafidz Mubarak

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M Syarif berharap agar Majelis Mahkamah Konstitusi dalam menangani uji formil UU Nomor 19/2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut pimpinan KPK Jilid IV periode 2015-2019 itu, hanya kearifan Hakim Konstitusi yang dapat mengembalikan UU KPK kembali pada fitrahnya.

"Kita sangat berharap kearifan keindependenan kepintaran dan keimanan hakim MK, agar UU KPK itu betul-betul dikembalikan sebagaimana adanya," kata Laode dalam diskusi daring, Senin (10/8/2020).

Diketahui, Laode serta pimpinan KPK jilid IV Agus Rahardjo, Saut Situmorang dan sejumlah aktivis antikorupsi mengajukan permohonan uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke MK.

Menurut mereka proses perubahan kedua UU KPK tidak seusai dengan peraturan pembentukan undang-undang dan bertentangan dengan UUD 1945.

Dia mengatakan hasil penelitian yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) semakin mempertegas berbagai persoalan terkait UU KPK baik dari sisi formil maupun materiil.

"Dari segi substansi sangat melemahkan oleh karenanya maka kita sangat berharap kepada MK karena saya termasuk pemohon untuk menguji apakah prses pembentukan UU KPK itu benar atau tidak jika dilihat dari aturan nasional di Indonesia," katanya.

Lebih lanjut dia menegaskan pemerintah maupun DPR tidak pernah melibatkan publik dalam proses revisi UU KPK hingga lahir UU No. 19/2019.

Tak hanya itu, lanjut Syaruf UU tersebut juga terbentuk tanpa didasari naskah akademik. Bahkan KPK sebagai pelaksana UU tersebut tak pernah dilibatkan.

Menurut Syarif tidak pernah menerima draf rancangan, DIM (daftar inventaris masalah) maupun surat resmi tentang pembahasan revisi UU. Untuk itu, proses pembentukan UU Nomor 19/2019 dinilai telah melanggaran aturan bernegara.

"Ini mengukuhkan bahwa DPR dan pemerintah tidak ikuti rambu yang jadi patokan berbangsa bernegara. dan pejabat yang tidak mengikuti ya bisa dikategorikan melanggar kalau melanggar harus lawan," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper