Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menuding Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Badan Reserse Kriminal Polri sebagai pihak yang menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra pada Juni 2020.
Buronan kasus hak tagih (cessie) Bank Bali itu diduga pergi dari Jakarta ke Pontianak, Kalimantan Barat, pada 18 Juni dan kembali pada 22 Juni.
Ketua Presidium IPW Neta S. Pane, menjelaskan dari data yang dia peroleh, surat jalan itu terbit dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas, tertanggal 18 Juni 2020. Neta menyebut surat itu diteken pejabat di Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim.
"Yang menjadi pertanyaan IPW apakah mungkin sekelas jenderal bintang satu (Brigadir Jenderal) berani mengeluarkan surat jalan untuk seorang buronan kakap sekelas Joko Tjandra," kata Neta melalui keterangan tertulis pada Rabu, 15 Juli 2020.
Apalagi, kata Neta, biro tersebut tidak punya urgensi untuk mengeluarkan surat tersebut. Dia pun mendesak Kepala Bareskrim mencopot bawahannya yang menerbitkan surat jalan.
Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo meminta Divisi Propam Polri mendalami penerbitan surat jalan tersebut oleh Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS.
Baca Juga
Apabila terbukti, dia menyatakan akan diberikan tindakan tegas terhadap oknum yang melakukan hal tersebut.
"Kami tidak pernah ragu untuk menindak tegas anggota yang terbukti melanggar dan juga ini peringatan bagi yang lain agar menjaga marwah institusi," kata Listyo saat dikonfirmasi, Rabu (15/7/2020).
Seperti diketahui, Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Djoko. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Djoko bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung. Pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan jaksa. Majelis hakim memvonis Joko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Selain itu, uang milik Joko di Bank Bali sebesar Rp546,166 miliar dirampas untuk negara dan imigrasi juga mencekal Djoko.
Djoko Tjandra kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan menetapkan Djoko sebagai buronan. Namun, belakangan ini Djoko diketahui kembali masuk ke Indonesia untuk mendaftarkan PK ke PN Jakarta Selatan.