Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelisik sejumlah barang bukti berupa dokumen yang ditandatangani oleh pendeta bernama James Palk terkait kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Pendeta James Palk pun telah selesai diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah untuk mengonfirmasi barang bukti berupa dokumen yang pernah dia tandatangani tersebut.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHD (Eks Sekretaris MA Nurhadi) Penyidik mengkonfirmasi terkait dengan barang bukti yang disita berupa dokumen-dokumen yang pernah ditandatangani oleh saksi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (29/6/2020).
Ali tidak merinci isi dokumen tersebut. Hanya saja, dia memastikan bahwa dokumen yang menjadi barang bukti dalam kasus ini terkait dengan pokok perkara.
"Masih terkait pokok perkara ini. Info yang kami terima, dokumen-dokumen masih akan di dalami lebih lanjut dahulu oleh penyidik. Karena yang bersangkutan (saksi James Palk) menyampaikan tidak mengetahui apa isi dokumen-dokumen yang ditandatanganinya tersebut," kata Ali.
Selain itu KPK juga memeriksa seorang wiraswasta bernama Kasirin untuk tersangka Nurhadi. Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik mengonfirmasi kepada saksi terkait pendirian perusahaan fiktif atau nominee dari tersangka menantu Nurhadi Rezky Herbiyono.
Baca Juga
Adapun, Nurhadi dan Rezky bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) pada 16 Desember 2019 telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016.
Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status DPO sejak Februari 2020. Untuk tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun, penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.