Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melengkapi berkas perkara kasus suap perkara di Mahkamah Agung (MA) dengan tersangka eks Sekretaris MA Nurhadi, Direktur PT Multicon Indraja Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO), dan Rezky Herbiyono.
Pada hari ini, Rabu (24/6/2020), penyidik mengagendakan pemeriksaan terhadap 6 orang. Mereka dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Adapun keenam orang itu adalah, 2 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) bernama Nurdiana Rahmawati dan Elya Rifqiati. Kemudian 3 orang wiraswasta bernama Syahruddin Hakim Nasution, Zainudin Nasution, dan Andri Ismail Putra Nasution. Serta satu orang nelayan bernama Agus Hariyanto.
"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka NHD (Nurhadi)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (24/6/2020).
Sebelumnya, KPK telah menyita beberapa kendaraan, dokumen dan sejumlah uang yang sebelumnya telah diamankan ketika penangkapan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono di salah satu rumah di kawasan Jakarta Selatan, Senin (1/6/2020).
"Setelah penyidik KPK melakukan analisa dan disimpulkan barang-barang tersebut ada kaitannya dengan dugaan perbuatan para tersangka maka hari Rabu [10/6], penyidik melakukan penyitaan setelah sebelumnya penyidik KPK telah mendapatkan izin sita dari dewas," ucap Ali beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Adapun, Nurhadi dan Rezky bersama Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) pada 16 Desember 2019 telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada 2011-2016.
Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status DPO sejak Februari 2020. Untuk tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait dengan pengurusan sejumlah perkara di MA, sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun, penerimaan suap tersebut terkait dengan pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.