Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penyaluran Bansos Salah Sasaran, Ternyata Ini Penyebabnya

Pada masa pandemi Covid-19, ada banyak pergerakan data yakni pertambahan atau perkurangan orang miskin yang berimbas pada persoalan penyaluran bansos.
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos masing-masing sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan sebagai upaya untuk mencegah warga tidak mudik dan meningkatkan daya beli selama pandemi COVID-19 kepada warga yang membutuhkan di wilayah Jabodetabek./ANTARA FOTO-M Risyal Hidayat
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4/2020). Pemerintah menyalurkan paket bansos masing-masing sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan sebagai upaya untuk mencegah warga tidak mudik dan meningkatkan daya beli selama pandemi COVID-19 kepada warga yang membutuhkan di wilayah Jabodetabek./ANTARA FOTO-M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Penyaluran jaring pengaman sosial yang tidak tepat sasaran ditengarai karena lemahnya pembaruan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di tingkat Kabupaten/Kota.

Kasubdit Validasi dan Terminasi Kementerian Sosial (Kemensos) Slamet Santoso mengatakan bahwa pembaruan data kemiskinan disepakati dua tahun sekali yang kemudian diubah Kemensos menjadi tiga bulan sekali.

"Saya khawatir begini, ketika kabupaten/kota tidak punya anggaran [untuk memperbarui data] maka ini jadi tantangan bagi daerah tersebut. Maka, data yang ada di kami, Kemensos adalah data yang itu-itu saja, tidak ter-update," kata Slamet dalam webinar yang diselenggarakan Dewan Nasional Keuangan Inklusif dan ditayangkan lewat YouTube pada Kamis (14/5/2020).

Lebih lanjut, dari 514 kabupaten/kota hanya 29 kabupaten/kota yang rutin setiap tahun melakukan update data kemiskinan yang kemudian dilaporkan ke Kemensos.

Pada 2020 Kemensos hanya mencatat 29 kabupaten/kota yang memperbarui DTKS yakni data pada Oktober hingga Desember 2019.

Walhasil, pada masa pandemi Covid-19, ada banyak pergerakan data yakni pertambahan atau perkurangan orang miskin yang kemudian berimbas pada carut-marutnya penyaluran jaring pengaman sosial.

"Dengan kasus Covid-19 ini banyak data yang tidak sinkron bisa jadi karena pertama data yang sudah masuk ke kami itu sudah bergerak di lapangan, ada yang sudah menjadi kaya ada yang semakin miskin. Kemudian muncul lagi orang bikin baru. Nah, kami di Pusat itu tidak tahu bahwa di daerah itu ada ada pergerakan kalau tidak dilaporkan ke kami," jelasnya.

Menurutnya, ini menjadi tantangan semua pihak terkait agar masalah ini terselesaikan. Berbagai upaya telah dilakukan Kemensos guna menyalurkan jaring pengaman sosial tepat sasaran kepada yang membutuhkan.

Mensos Juliari Batubara pun telah menginstruksikan agara warga miskin yang belum masuk DTKS supaya tetap menerima bantuan. Nantinya, secara simultan, kepala daerah mengusulkan warga miskin tersebut dimasukkan ke salam DTKS.

"Bukan salah orang miskin mereka tidak terbantu tapi mungkin kita atau sistemnya yang harus disepakati. Kalau Kemensos minta update data per tiga bulan ya kami berharap dari kabupaten/kota mengalokasikan anggaran untuk update data kemiskinan," ujarnya.

Menurutnya, apapun bentuk bantuan sosialnya, penyalurannya harus tetap berbasis pada DTKS.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper