Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menyita aset PT Hanson International Tbk. (MYRX) dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra menjelaskan aset tersebut diduga berkaitan dengan perkara tindak pidana perbankan dan pasar modal serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) PT Hanson International Tbk. dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri.
Menurutnya, aset yang kini telah disita tim penyidik di antaranya adalah satu unit hotel mewah di DIY dan beberapa bidang tanah di wilayah Tangerang, Lebak, Bogor dan Purwakarta dengan total luas tanah mencapai 500 hektar.
"Barang bukti tambahan yang sudah diamankan (disita) adalah satu unit hotel di DIY dan 500 hektar tanah yang tersebar di Tangerang, Lebak, Bogor dan Purwakarta," tuturnya, Senin (4/5/2020).
Selain itu, dalam perkara tersebut, Bareskrim Polri juga telah menetapkan dua korporasi dan 12 orang tersangka. Korporasi tersebut adalah PT Hanson International Tbk. dan Koperasi Hanson Mitra Mandiri.
Sementara, 12 tersangka perorangan itu berinisial DC, RA, RD, HT, RS, RI, JI, JM, JE, AD, MA dan SU. Kendati demikian, Asep tidak menjelaskan detail siapa saja tersangka perorangan yang ditahan dan tidak ditahan oleh tim penyidik Bareskrim Polri.
Baca Juga
Para tersangka dijerat dengan Pasal 46 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau Pasal 56 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 Jo Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Kami akan terus kembangkan perkara ini," kata Asep.
Sebelumnya, PT Hanson International Tbk. telah diadukan ke Bareskrim Polri karena diduga sudah menghimpun dana dari masyarakat, tanpa punya izin dari Pemerintah.
Dana masyarakat itu dihimpun oleh perusahaan milik Benny Tjokrosaputro melalui deposito dalam jangka waktu tiga bulan maupun enam bulan.
PT Hanson International Tbk. diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal dan Undang-undang Nomor 10/1998 tentang Perbankan.