Bisnis.com, JAKARTA – Dua staf khusus Presiden dari generasi milenial menyatakan mundur dari Istana. Sebelumnya, kedua staf khusus itu, yakni Andi Taufan Garuda Putra dan Adamas Belva Devara menjadi sorotan karena dua kasus berbeda.
Andi Taufan disorot karena suratnya kepada para Camat di Indonesia diduga mengandung konflik kepentingan. Sedangkan Belva disorot karena perusahaan dia, Ruang Guru, ditunjuk menjadi salah satu mitra pelaksana pelatihan terkait program Kartu Prakerja.
Kepala Pusat Studi Kebijakan dan Isu-isu Strategis Universitas Budi Luhur Fahlesa Munabari menilai mundurnya dua staf khusus itu memberi dampak yang tidak cukup bagus bagi Presiden Jokowi.
“Waktu itu sebenarnya dengan mengangkat stafsus milenial, [kita melihatnya bahwa] Presiden Jokowi ingin mencitrakan sebagai sosok yang mendukung kreativitas generasi milenial di Indonesia,” ujar Fahlesa, Jumat (24/4/2020).
Dengan kata lain, lanjut Fahlesa, para stafsus itu diharapkan bisa menjadi role model untuk menyuntikkan semangat mendirikan usaha startup lainnya di kalangan generasi muda di Indonesia.
Mundurnya dua stafsus milenial, ujar Fahlesa, bisa saja mengganggu tingkat kepuasan masyarakat. “Mungkin akan sedikit terganggu dengan ini, tapi ini hanya bagian kecil saja,” ujarnya.
Meski begitu, ujar Fahlesa, belum bisa dibuktikan apakah hal itu akan berdampak pada penurunan popularitan Presiden Jokowi. “Untuk mengukurnya harus dilakukan survei terlebih dahulu, jika tidak nanti kesimpulannya menjadi subjektif,” ujar Fahlesa.
Pembekalan Stafsus
Fahlesa menilai poin penting dari kasus ini, salah satunya adalah perlunya pembekalan yang lebih detil kepada para stafsus.
“Ke depan harus ada pembekalan yang lebih mengenai apa tupoksinya, apa tugasnya, apa yang tidak boleh dilanggar, dan hal-hal lainnya,” papar Fahlesa.
Fahlesa menduga ada kesenjangan pengetahuan atau knowledge gap di antara Belva dan Andi terkait tugas pokok dan fungsi mereka sebagai staf khusus.
Apalagi, lanjut Fahlesa, mereka bukan stafsus full time.
Fahlesa tidak menolak jika ada anggapan bahwa para stafsus saat ini menjadi terkesan hanya sebagai pemanis atau pencitraan bagi Jokowi.
Ke depan, ujarnya, staf khusus harus dicari yang lebih serius. “Stafsus jangan lagi yang partime dengan potensi konflik kepentingan.
Ditanya tentang posisi stafsus dalam sistem politik di Indonesia, Fahlesa menyebutkan bahwa mereka tidak memiliki kuasa eksekutif. Para stafsus itu hanya bisa memberikan masukan.”Enggak punya kuasa eksekutif, sama sekali,” ujarnya.
Pelajaran untuk Jokowi
Fahlesa berpendapat mundurnya Belva dan Andi menjadi pelajaran agar Presiden tidak lagi merekrut stafsus paruh waktu atau part time dengan potensi konflik kepentingan, “apalagi mereka punya perusahaan.”
Mundurnya Belva dan Andi sebagai staf khusus menjadi pelajaran ke depan untuk Presiden Jokowi dan timnya
“Fokus saja mencari stafsus yang mau kerja fulltime, loyal, mengerti aturan main di pemerintahan, punya pengalaman serta sungguh-sungguh memiliki semangat dan loyalitas yang kuat untuk mengabdi,” ujar Fahlesa.
Presiden Jokowi saat ini memerintah untuk periode kedua. Menurut Fahlesa mestinya Presiden mengedepankan aksi nyata.
Meski menyarankan agar rekrutmen dievaluasi dan tidak menempatkan stafsus yang bekerja paruh waktu, Fahlesa menyebutkan stafsus yang tersisa tidak perlu mundur.
Tentang kemungkinan stafsus lain mundur menyusul Belva dan Andi, pakar di Pusat Kajian Komunikasi dan Keindonesiaan ini menyebut ada tidaknya kasus sebagai penentu.
“Tergantung apakah ada kasus yang serupa dengan kasus Belva atau Andi. Jika pun ada kasus penyalahgunaan wewenang, tergantung apakah tereskpose media atau tidak,” ujarnya.
Fahlesa sejauh ini meyakini bahwa stafsus lain tidak akan mundur.
“Menurut saya tidak akan mundur. Kayak ASN atau anggota DPR, apakah kalau ada oknum lantas lain pada mundur?,” ujarnya retoris.
Itu sebabnya, Fahlesa menilai stafsus milenial akan tetap jalan dan tidak bubar.